Langsung ke konten utama

PELUKAN BATU ALAM PADA DUSUN LEGUNDI

Digerus Tuntutan Zaman

Gunung beserta isinya tercipta oleh sang Maha Kuasa, Allah. Pohon rindang, satwa dan flora lainnya, serta tanah dan batu tersedia, memperkaya alam raya pegunungan. Satu di antara serpihan surga karya Allah ialah Gunung Gajah Mungkur di Provinsi Jawa Tengah.

Ini cerita sudah lama. Baru sempat menuangkannya dalam rentetan kalimat-kalimat opini. Waktu itu, saya bersama istri[1] mengunjungi kediaman perkampungan almarhum nenek kakek[2] saya di Dusun Legundi, yang secara kebetulan sangat dekat dengan Gunung Gajah Mungkur, persis berada di kaki gunung, Kamis 8 September 2016 lalu.


Dusun Legundi masuk wilayah Desa Gedong, Kecamatan Banyu Biru, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Dusun ini berada di dataran tinggi, paling ujung. Mau menuju ke dusun ini melewati wisata pemancingan Muncul, Kaliparat. Aksesnya sudah mudah, tersedia jalan mulus berbeton.

Buat yang tidak membawa kendaraan pribadi, bisa gunakan jasa ojeg sepeda motor. Zaman waktu saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar sektiar tahun 1995, jalan menuju ke dusun ini hanya batu alam yang di bagian tengah halus semenisasi.

Suasana dusun ini sejuk, tidak padat rumah penduduk, masih banyak ada beberapa lahan yang tumbuh liar. Begitu hujan turun masuk musim penghujan, dusun begitu dingin, buat yang tidak terbiasa tubuh bisa dibuat menggigil. Namun saat cuaca sedang cerah, matahari bersinar, dusun terang benderang terik. 

Dusun Legundi bisa dibilang pintu gerbangnya ke Gunung Gajah Mungkur. Sebab setelah melewati Dusun Legundi tidak ada lagi perkampungan, dusun atau desa. Setelah Dusun Legundi sudah masuk kawasan perhutanan pegunungan Gajah Mungkur.

Banyak warga setempat, memanfaatkan kawasan kaki Gunung Gajah Mungkur sebagai lahan perkebunan yang ramah lingkungan, yang disesuaikan dengan kondisi alam asli gunung. 

Seperti di antaranya menanam tanaman perkebunan kopi yang daya tempuhnya sekitar 30 menit ke atas dari Dusun Legundi. Waktu usai sekolah dasar, saya pernah sekali pengalaman panen kopi, diajak sama kakak kemenakan yang ada di Dusun Kayuwangi. 

Waktu itu, capek naik gunung namun menyenangkan. Membawa bekal nasi hanya lauk tahu dan tempe saja, saat dimakan serasa nikmat sekali, sajian restoran hotel bintang lima kalah jauh deh.


Waktu bersama istri, saya hanya menjelajah di kaki gunung. Berjarak sekitar lima kilometer dari Dusun Legundi. Tidak ada rumah penduduk, hanya saja waktu itu ternyata sudah ada perubahan telah dibangun peternakkan unggas ayam.

Sebelum ke lokasi perhutanan kaki Gunung Gajah Mungkur, sempatkan berjalan-jalan ke area persawahan yang waktu itu padi banyak yang menguning, siap dipanen. Di area perawahan ini, bisa melihat alam rawa pening dengan mata telanjang.

Singkat cerita, tanpa direncanakan, kami bertemu dengan Pakde Giyo, di persawahan[3]. Menggunakan kaus oblong bertopi pramuka. Inilah gaya fashion petani ala Pakde Giyo waktu itu.

Dimulai dari sinilah, kami pun diajak langsung ke area hutan kaki Gunung Gajah Mungkur. Tidak ada jalan aspal, hanya jalan setapak yang masih liar.

Saat meniti langkah pandangan mata kami disuguhui alam hijau. Tarikan nafas yang ramai, menandakan alamnya bukan lintasan yang biasa kami lintasi. 

Sementara Pakde Giyo, seolah tidak ramai nafasnya, serasa tanpa capek, ini menandakan pria kelahiran Dusun Legundi ini sudah terbiasa, padahal umurnya sudah mau memasuki usia senja, mau menyentuh setengah abad lebih.

Tiba di dalam hutan Gunung Gajah Mungkur, ada beberapa bebatuan pecah berserak di tanah. Saya pun menanyakan hal ini kepada Pakde Giyo. “Apa pecahan batu didatangkan dari daerah lain untuk digunakan pembangunan.”

Ternyata kata Pakde Giyo, keberadaan batu-batu itu adalah asli dari alam tersebut. Batunya asli. Ada beberapa orang yang memanfaatkan batu Gunung Gajah Mungkur untuk dipakai segala macam.

Batu itu wujudnya tidak pecah berukuran kecil. Bentuknya besar-besar, asli bentukan dari alam, tidak didatangkan sengaja oleh manusia. Sayang sekali, kondisi terakhir sudah banyak yang diubah.


Menurut Pakde Giyo, banyak orang sudah mengambil batu alam yang tersimpan di kaki Gunung Gajah Mungkur. Beragam tujuan. Ada yang digunakan untuk bangun rumah sendiri atau dijual ke pasaran bahan bangunan.

Batu alam yang di Gunung Gajah Mungkur tidak ada yang menjaga atau pemilik, namun kalau dibiarkan terus dirusak atau hilangkan, lama-lama gunung akan rusak. Manusia siap menunggu balasan, akibat dari keteledoran dan keserakahannya.    

Ada baiknya, tidak ada lagi yang merusak batu-batu alam di kawasan kaki Gunung Gajah Mungkur. Keberadaan batu alam di gunung secara alamiah pastinya memiliki manfaat. 

Ada tujuan secara alamiah batu alam berada di tempat tersebut. Ada daya guna buat menjaga alam sekitarnya. Bisa jadi untuk 'cakar pondasi' gunung.  

Secara logika, kita bisa menebak, keberadaan batu-batu tersebut bisa diibaratkan pondasinya sebuah gunung. Pijakan tubuh gunung, sebagai paku buminya. 

Saat pondasinya hancur, bisa saja gunung pun ikut ambruk. Batu-batu alam di gunung bisa sebagai pengikat atau penahan tanah.



Seandainya batu-batu alam dicabut, dihilangkan dari tanah gunung, kemungkinan akan mengalami pergeseran tanah, merusak keseimbangan alam. 

Saat ada hujan deras, bisa saja tanah akan turun ke tempat yang rendah, ke area pemukiman penduduk dusun-dusun.

Lebih berbahayanya lagi, bisa membangunkan ‘macan tidur’ mengundang banjir bandang, ngeri, menyeramkan. 

Semoga saja analisis saya ini seratus persen salah, bukan sebagai sebuah kebenaran. Tebakan yang super salah, tidak mungkin bisa memunculkan hal yang fatal. Dusun dalam keadaan tentram asri aman. Amin. (ilo)
  


[1] Anggun Aprilia Eka Putri, wanita kelahiran Kota Bitung Sulawesi Utara.
[2] Nenek bernama Syamsiyah sedangkan kakek namanya Dakelan. Kakek nenek ini merupakan orangtua dari ibukandung saya, Tuminah.
[3] Pakde Giyo merupakan kakak dari ibu saya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAYJEN TNI SONHADJI INGIN MENGAJAR

Menekuni Profesi Dosen Lemhanas Pagi yang cerah, menjadi tanda pembuka sejarah baru bagi Kodam VI Mulawarman. Markas Kodam yang berada di bilangan Jalan Jenderal Sudirman Kota Balikpapan ini kedatangan sosok pria gagah yang digadang-gadangkan menjadi Panglima Kodam Mulawarman yang bakal menggantikan Mayjen TNI Sonhadji.   Menyambut kedatangan calon Pangdam tersebut, sejumlah prajurit dan pegawai negeri sipil di lingkungan Kodam Mulawarman menyelenggarakan seremonial barisan pedang pora dengan iringan musikalitas marching band persembahan Yonzipur 17 Ananta Dharma, Selasa 20 Maret 2018. Calon pangdam yang tiba dimaksud ialah Mayjen TNI S ubiyanto, datang bersama istri ke Kota Balikpapan. Sebelum tiba di Makodam Mulawarman, keduanya telah melakukan ritual tepung tawar di Bandara Udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Balikpapan sebagai makna telah menjadi bagian dari masyarakat Kalimantan Timur.   Dipayungi awan cerah dengan berbalutkan sinar fajar, keramaian di pelatar

WIRAUSAHA MUDA INDONESIA MASIH RENDAH

Wirausaha Muda Indonesia  Masih Rendah FOTO: Pedagang Pasar Taman Kesatuan Bangsa Manado_budisusilo JUMLAH pengusaha muda di Indonesia hanya 0,18 persen dari total penduduk di Tanah Air. Angka itu masih jauh jika dibandingkan dengan Malaysia yang jumlahnya 16 persen dari total populasi penduduk di negeri jiran tersebut. TAK berbeda jauh di Sulawesi Utara (Sulut). Hanya segelintir orang muda yang berani mengadu nasib di sektor usaha. Paramitha Paat misalnya. Setelah selesai kuliah, dia memilih jalankan usaha sendiri. Keputusan tersebut dilakukannya karena dia mengaku tidak suka dengan pekerjaan terikat. "Oleh karena itu, ketika ada teman yang mengajak joint partner saya langsung setuju," ujarnya, Kamis (23/2). Mitha --panggilan akrabnya-- mengatakan, ada keuntungan dan kerugian dalam membuka usaha, namun yang pasti kalau usaha rugi ditanggung sendiri, begitu pula jika untung dinikmati  sendiri. Yang pasti membuka usaha, banyak pelajaran diperolehnya, tidak didapatkan ketika d

DEMI PENGUNGSI NURLELA RELA PUNGUT SAMPAH

Demi Pengungsi Nurlela Rela Pungut Sampah Menjelang sore, cuaca bersahabat. Belasan muda-mudi berkumpul di Kelurahan Danowudu Lingkungan Satu. Remaja yang tergabung dalam Jongfajarklub memanfaatkan waktu ini untuk melaksanakan program Go Green penukaran sampah plastik menjadi uang, untuk serangkaian kegiatan sosial satu di antaranya pengungsi, Sabtu (8/10/2011). Seorang aktivis Jongfajar, Diki Rustam, menuturkan, kegiatan Go Green mengumpulkan sampah-sampah plastik bekas gelas dan botol plastik air mineral. "Kami pungut demi lingkungan bersih," ujarnya kepada Tribun Manado. Teknis kegiatan Go Green yang dilakukan Jongfajar mengumpulkan sampah-sampah di Kota Bitung dan ditampung di Girian Bawah. Sampah dibawa oleh para relawan jongers dari tempat-tempat wilayah rawan sampah. Sudah terkumpul banyak ditukarkan ke bank sampah menjadi uang. "Buat tambahan pembiayaan program pemberantasan buta aksara di masyarakat secara gratis yang kami akan lakukan di warga peng