Senjata
Api
Istri Pertama Tentara
Istri Pertama Tentara
Wiwid Subiyanto, istri Pangdam VI Mulawarman telah
dinobatkan sebagai Ibu Raksakarini Sri Sena pada Selasa 8 Mei 2018 di Aula
Makodam Mulawarman, Jalan Jenderal Sudirman, Kota Balikpapan, Provinsi
Kalimantan Timur.
Wanita berjilbab ini merasa berkesan menempati Kota
Balikpapan. Banyak alasan yang membuat dirinya menikmati hidup di Kota
Balikpapan hingga sampai sekarang dirinya dikukuhkan sebagai Ibu Raksakarini
Sri Sena.[1]
Saat bersua dengan Tribunkaltim,
Wiwid mengatakan, sudah hampir 10 tahun pernah menempati daerah Kalimantan
Timur, mendampingi sang suami bernama Mayjen TNI Subiyanto.
Kata Wiwid, pertama kali tugas suami di Balikpapan,
pernah juga di Kota Samarinda, lalu ke Kota Tarakan Kalimantan Utara. “Sekarang
balik lagi tugas disini di Balikpapan,” ujarnya.
Kesan yang dipancarkan Kota Balikpapan bagi dirinya
sangat positif. Balikpapan sebuah daerah yang nikamat untuk dihuni, ditempat
tinggali. Suasananya benar-benar membahagiakan.
“Saya sangat suka tinggal di Balikpapan. Anak saya juga suka
tinggal di Balikpapan. Tempatnya aman, nyaman, bersih dan menyenangkan. Masyarakatnya
baik, saling menghormati. Enak tinggal di Balikpapan,” ungkapnya.
Sebagai seorang istri tentara, pastinya sudah merasa siap
dengan konsekuensinya. Suami yang bertugas sebagai tentara menjaga Negara
Kesatuan Republik Indonesia, mesti siap.
Istri patut mendukung secara penuh saat sang suami
sedang mengemban tugas negara. “Istri prajurit sudah biasa untuk bisa mandiri,”
tuturnya.
Tanggungjawab tentara memang banyak, karena itu dia pun
mengumpamakan, ‘istri’ pertama bagi seorang prajurit TNI itu sebenarnya adalah
senjata api yang dipegangnya.
Ia menjelaskan, setiap prajurit itu bertanggungjawab
penuh pada senjata yang diamanahkannya. Prajurit yang diberi senjata harus
dijaga, jangan sampai disalahgunakan apalagi rusak dan hilang.
“Kalau istri mungkin ibaratnya jadi kesekian kalinya
saja. Yang utama itu ya senjata,” kata Wiwid.
Menurut dia, sudah hal yang lumrah bila suami
meninggalkan keluarga bila dalam jalankan tugas negara.
Istri mengambil perannya
menjadi kepala keluarga, menggantikan suami yang sedang bertugas.
“Istri mengambil peran jadi kepala keluarga, jadi
partner, jadi teman, jadi semuanya bagi anak-anaknya. Betulkan genteng bocor di
rumah juga oke,” tutur Wiwid.
Kemandirian seorang istri prajurit itu biasanya sudah
terasah dan terlatih di kehidupan bataliyon.
Setiap prajurit yang sudah berumah tangga baru biasanya
hidup tinggal di bataliyon, hidup dalam suasana kemandirian dan kebersamaan
dengan istri-istri tentara lainnya.
“Kita sudah seperti keluarga hidup di bataliyon. Ada
istri prajurit yang hamil tetap kita para istri tentara ikut temani, sampai
selamat persalinan. Suka dan duka kita bersama. Jadi tidak lagi diragukan. Rata-rata
istri yang pernah tinggal di bataliyon sudah kuat,” tegasnya.[2] (ilo)
Komentar
Posting Komentar