Langsung ke konten utama

MELAWAN SAMPAH PLASTIK !

Perwali Bakal Dimunculkan

Dalam waktu dekat ini Kota Balikpapan akan memiliki payung hukum pengurangan penggunaan kantung plastik. Bentuk payung hukumnya akan berwujud Peraturan Walikota (Perwali) Balikpapan. Ditargetkan Perwali segera ditelurkan, sekitar sebulan ke depan.

Hal ini disampaikan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Balikpapan, Suryanto, kepada Tribun di ruang aula gedung Walikota Balikpapan pada Rabu 21 Maret 2018 pagi. Perwali ini nantinya, bersifat mengikat kuat dan tegas sanksinya.

“Dulu hanya surat edaran saja, nanti bentuknya perwali. Ada sanksi, yang tidak taat akan kena teguran sampai dengan pencabutan izin usaha,” katanya.

Sekarang ini, sedang dalam tahap proses penggodokkan Perwali di tingkat pemerintah pusat. Proses pembuatan Perwali sudah dikoreksi oleh bagian hukum pemerintah Kota Balikpapan.



Lalu sekarang ini nasibnya sedang dalam tinjauan dan analisis di Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.    

“Konsep perwali sudah dikoresi di bagian hukum. Sekarang sudah ke Kemenkumham, dikaji dahulu apakah perwalinya bertentangan dengan aturan yang ada atau tidak,” katanya.

Seandainya sudah rampung dinilai pemerintah pusat, maka Perwali nanti ditembuskan ke Gubernur Kalimantan Timur bagian hukum. Bila pemerintah provinsi menyatakan sepakat, tentu saja bisa langsung menjadi Perwali Pengurangan Penggunaan Kantung Plastik.

Saat payung hukumnya masih dalam bentuk Surat Edaran kantung plastik berbayar, ternyata gerakan pengurangan sampah plastiknya tidak efektif. Daya kekuatannya kurang greget, sifatnya hanya sebatas imbauan saja tidak memiliki efek penegakan hukum.

“Dikasih surat edaran tidak semua mau patuh. Ada yang hanya terapakan harga plastik Rp 100, ada yang Rp 200, bahkan ada yang tidak laksanakan sama sekali. Beda-beda,” ungkapnya.

Sampai suatu saat, ada beberapa pusat perbelanjaan yang merasa iri hati. “Ada yang bilang ke saya, kenapa tempat belanja disana kasih platik gratis, konsumen akhirnya banyak cari ke tempat yang gratis kantungnya,” ujarnya.

Menurutnya, surat edaran tidak maksimal. Perwali diharapkan bisa punya daya taji, memberi efek supaya tidak ada lagi memakai kantung belanja dari plastik. Sementara waktu, bakal diterapkan di supermarket dan minimarket. Setelah perwali muncul akan dilakukan sosialisasi selama tiga bulan.

“Pelaksanaan perwali akan diawasi Satpol PP. Tempat belanja ada yang ketahuan akan diberi teguran. Kalau berulang sampai tiga kali ketahuan diberi teguran. Tapi kalau ulangi lagi, dicabut izin usahanya,” katanya.

Tidak akan Menolak Perwali
Rencana memunculkan payung hukum Perwali pengurangan penggunaan kantung plastik di tempat perbelanjaan, sudah diketahui juga oleh Plt Walikota Balikpapan, Rahmad Mas’ud.

Pria yang dikenal sebagai pengusaha pelayaran dan niaga ini menyatakan sangat setuju bila adanya aturan pelarangan penggunaan kantung plastik sebagai upaya untuk mengurangi sampah plastik.

“Ya, saya sangat mendukung. Balikpapan ini sudah banyak sekali sampah plastik, harus dicari solusi untuk menguranginya,” ungkapnya saat ditemui Tribun di beranda kantor Walikota Balikpapan pada Rabu 21 Maret 2018.

Saat ditanya mengenai dampak penerapan Perwali Pengurangan Kantung Plastik terhadap para pedagang plastik, Rahmad menegaskan, tidak akan ada pengaruh saat ada kebijakan pengurangan kantung plastik.

Kalangan pengusaha juga akan merasa setuju bila tujuannya untuk kebersihan dan kesehatan kota. “Ya harus ada (Perwali). Harus diimplementasikan. Harus dijalankan. Tidak akan menolak, kan sudah ada kajiannya,” ujarnya. 

Ditambahkan, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Balikpapan, Suryanto, pihaknya akan berkoordinasi dengan Dinas Perdagangan untuk merangkul para pengrajin tas ramah lingkungan untuk kerjasama dengan pusat perbelanjaan.

“Mereka yang biasa jualan kantung plastik inovasi jualan ke kantung yang ramah lingkungan. Bisa saja semua itu. Pastinya ini juga bisa memajukan Usaha Kecil Menengah agar terus bisa berkembang,” ungkapnya.

Selama ini, aturan Surat Edaran Walikota plastik berbayar ternyata tidak berjalan maksimal. Awal kemunculan surat pelarangan penggunaan sampah plastik sebesar 70 persen saja tempat perbelanjaan yang mau laksanakan.

Namun beberapa hari kemudian, ternyata hanya tersisa 30 persen saja yang mau mematuhinya dan hingga akhirnya berkurang semakin kecil yang patuh jalankan aturan surat edaran walikota. “Sekarang coba cari, dimana yang bayar. Sekarang sudah banyak yang berikan gartis kantung plastik,” katanya.

Menurut dia, selama ini kantung plastik berbayar bisa dibilang mudah dijangkau. Harga yang diterpakan super meriah, dan penggunaannya pun hanya sekali pakai saja.

Disuruh membeli kantung plastik, hanya harga Rp 200, pastinya konsumen merasa tidak keberatan, harganya sangat terjangkau. Kasusnya di berbagai pusat perbelanjaan modern, satu orang itu sekali berbelanja dipastikan bisa membawa lima kantung plastik. Sampah plastik di Balikpapan semakin banyak, tidak pernah menyusut.

“Uang yang plastik berbayar juga untuk keuntungan tempat perbelanjaan. Konsumen juga tidak merasa berat untuk membayar, murah meriah. Kalau mahal pasti konsumen akan berpikir, bakal dipaksa membawa kantung sendiri,” tutur Suryanto.

Olah Sampah Biaya Tinggi
Dinas Lingkungan Hidup Kota Balikpapan menerapkan penarikan retribusi Pelayanan Kebersihan. Ini dilakukan dalam upaya memperoleh retribusi di tengah anggaran daerah yang sedang terjun bebas ke bawah. 

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Balikpapan, Suryanto, mengatakan, kondisi yang terjadi di lapangan, Kota Balikpapan mengalami ketimpangan dalam pengelolaan sampah. Selama ini kebutuhan untuk mengelola sampah mengeluarkan uang sampai Rp 60 miliar per tahun.

Sedangkan perolehan retribusi dari sektor sampah saja hanya mencapai Rp 9 miliar. Nilai angka ini dianggap timpang, jauh lebih besar pengeluarannya ketimbang pendapatannya.

“Pengeluaran kita (Balikpapan) jauh lebih banyak untuk pengelolaan sampah. Kita ambil contoh di Surabaya sudah bisa capai pengasilan 50 persen, untuk menutupi biaya pengelolaan sampah. Surabaya bisa mencapai Rp 30 sampai 40 miliar dari retribusi sampah saja, mereka bisa tanggung untuk pengeluaran pengelolaan sampah,” ujarnya.

Sebagai contoh, ujar Suryanto, mengelola Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang di daerah Manggar saja butuh biaya banyak. Penyediaan lahan hingga biaya tenaga kerjanya pun wajib dibayar sebagai balas jasa. Untuk membuka lokasi areal baru zona TPA di Manggar saja bisa menelan biaya sampai Rp 160 miliar. 

“Tahun ini kita sudah bertekad tidak akan lagi lakukan membebaskan lahan perluasan TPA. Lahan yang ada sekarang saja diusahakan untuk dipakai. Fokus kami sekarang yang dikurangi sampahnya, bukan dengan cara menambah areal TPA,” katanya. 

Selama ini, tambah Suryanto, di beberapa tempat usaha tidak banyak yang memakai jasa sambungan air PDAM.

Karena setiap warga yang memakai PDAM, bisa dipastikan terkena retribusi sampah. Pembayaran retribusi sampah dimasukkan dalam bayaran bulanan PDAM.   

“Bagaimana dengan yang tidak memakai PDAM ? Ada beberapa tempat yang hanya memakai WTP (Water Treatment Plant), ada tempat yang belum terjaring. Ya kami datangi, saya kirim pegawai-pegawai saya ke lokasi yang dianggap potensi,” ungkapnya.

Zaman dahulu, sekitar setahun yang lalu, retribusi Pengelolaan Kebersihan sudah diterapkan, namun tahun ini ada kenaikan tarif, harga kini resminya adalah Rp 350 ribu per bulan. Pembayarannya pun dilakukan melalui rekening resmi bank yang ditunjuk seperti Bank Kaltimtara.

“Saya juga ingatkan bayarnya jangan kontan, harus ditransfer. Jangan sampai jatuh ke orang yang tidak bertanggungjawab. Namanya manusia bisa saja tergoda, bawa uang kontan akhirnya tidak sampai ke tujuan. Bagusnya kirim ke rekening bank saja atau datangi kantor kami langsung,” tegasnya.

Sebenarnya, tujuan penarikan retribusi Pengelolaan Kebersihan untuk menutupi biaya penanganan sampah di seluruh Kota Balikpapan.

Retribusinya jelas dipayungi hukum perda dan telah dilakukan sosialisasi ke tingkat kelurahan yang dihadiri juga bagian hukum pemkot. Namun patut disadari, juga ada beberapa masyarakat yang belum berkesempatan ikut sosialisasi.

“Mungkin tidak semua warga kita undang. Hanya beberapa orang saja. Jadi wajar ada warga yang anggap belum disampaikan informasinya. Tapi yang namanya Perda itu siapa saja yang belum tahu, tetap saja dianggap tahu,” ujarnya.

Karena, tambah dia, Perda itu produk yang dibuat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang mewakili rakyat.

Jadi kalau sudah diketuk, dimasukkan ke dalam lembaran negara maka berlaku untuk semua warga Balikpapan tanpa terkecuali, maka tidak ada alasan belum mengetahui adanya aturan hukum.

“Target retribusi sampah kita tahun ini dinaikkan lagi, menjadi Rp 14 miliar dengan harapan bisa dapat 50 persen dari pengeluaran yang kita pakai untuk kelola sampah. Harap maklum saja, APBD kita ,” tuturnya. 

Suryanto menegaskan, bagi para pengusaha guest house yang merasa keberatan dengan penerapan retribusi Pengelolaan Kebersihan sebaiknya membuat laporan yang ditembuskan ke Dinas Lingkungan Hidup.

“Buat permohonan keringanan ke kami. Kalau alasan sedang sepi tamu, ekonomi lesu yang jelaskan saja,” katanya.

Pendapatan dari retribusi sampah tersebut nantinya digunakan untuk kebersihan kota. Secara sekilas memang tidak digunakan untuk kebersihan kampung-kampung tempat tinggal si pembayar retribusi. Biasanya di tiap lingkungan tempat tinggal ada retribusi sendiri lagi untuk tukang pelayanan kebersihan. Jelas hal ini beda.

“Bentuk nyata hasil retribusinya dipakai untuk kebersihan kota yang kita rasakan. Begitu keluar rumah lalu ke jalan-jalan ternyata merasakan kebersihan kota, itulah yang sudah kita rasakan,” ujarnya.

Takut Dimarahi Konsumen
Kebijakan pengurangan kantung plastik di pusat perbelanjaan tidak berjalan secara konsisten. Aturan yang diterapkan tidak banyak yang mematuhi karena itu melalui Perwali nanti, seharusnya berjalan secara merata dan diberikan pemahaman ke seluruh masyarakat. 

Hal itu dikatakan Manager Yova Supermarket Kota Balikpapan, Ferdi Andrian, saat ditemui Tribun, yang menjelaskan, saat ada aturan membayar kantung plastik belanja, banyak masyarakat yang mengira aturan diterapkan pusat perbelanjaan.

Padahal aturan diciptakan dari pemerintah kota. Tempat perbelanjaan hanya mengikuti aturan yang berlaku, mengikuti kebijakan yang dianggap baik bagi Kota Balikpapan supaya tidak terbebani banyak pengolahan sampah plastik.  

“Sampai kami diprotes sama pembeli. Dikira kami yang mengatur supaya plastik dibayar sama konsumen,” ujarnya.

Bahkan parahnya lagi, pernah suatu ketika ada konsumen yang menggunakan seragam pegawai aparatur sipil negara, saat dikenakan plastik berbayar sempat protes, merasa keberatan biaya kantung plastik dikenakan ke si pegawai tersebut.  

Karena itu, seandainya nanti ada Perwali larangan penggunaan sampah plastik pastinya tetap dipatuhi dengan syarat semua tempat perbelanjaan terapkan aturan Perwali.

“Sampai sekarang tempat kami masih terapkan plastik berbayar. Tidak digratiskan. Hanya parkirnya saja yang kami gratiskan,” ujar Ferdi.

Kalau pun nanti dilarang sama sekali, pastinya pemerintah kota wajib sebarkan secara meluas supaya konsumen tidak menuding aturan dibuat oleh pusat perbelanjaan.

Dia pun mengungkapkan, selama ini pengunjung ke tempat belanjanya sekitar 400 orang dalam sehari. Paling banyak saat akhir pekan dan hari libur. Rata-rata, setiap satu orang dipastikan memakai kantung plastik lebih dari satu. Banyak yang tidak merasa keberatan membeli kantung plastik.

Kalau Perwali berlaku dipastikan konsumen yang tidak membawa kantung belanja akan membeli mahal. Kalau ada masyarakat yang tidak mengerti akan kebijakan pemerintah kota, dipastikan tempat perbelanjaan akan menjadi sasaran luapan kekesalan.

“Orang tidak bawa kantung belanja, lalu kita tawarkan kantung yang bukan bahan plastik. Harganya jauh lebih mahal dari kantung plastik, apakah pembeli akan menerimanya. Belum tentu juga. Semoga saja konsumen bisa memahami,” imbuhnya.

Awalnya Agak Berat
Analisis Umi Sholikah S.Si., MT, Dosen Teknik Lingkungan Intitut Teknik Kalimantan Kota Balikpapan, menyikapi rencana Pemkot Balikpapan munculkan Perwali pelarangan penggunaan tas kantung plastik. Dia menjelaskan:

Pengolahan sampah plastik di Kota Balikpapan belum dilakukan secara menyeluruh dan efektif. Tempat pengolahan sampah hanya dilakukan di tempat pembuangan akhir sampah daerah Manggar, namun di lingkungan sekitar penduduk tidak berjalan.

Akibatnya, banyak sampah plastik menumpuk, menghiasi lingkungan hidup warga Balikpapan. Yang tidak terolah secara baik, sampah plastik terbuang ke dranase membuat banjir hingga mengalir sampai ke laut.

Sampah cemari laut, ancamannya ganggu biota laut, ikan pun otomatis akan berkurang. Kaum nelayan bisa merugi. Dasar laut nanti dipenuhi sampah plastik, pastinya akan kurangi keindahan. Plastik tidak bisa hancur kalau sudah jatuh ke laut.

Belum lagi ada sampah plastik yang jatuh ke daratan dibiarkan sama warga, tentu tidak bisa hancur. Sampah plastik sulit hilang jika sudah terkubur tanah. Begitu pun ada warga yang atasi sampah plastik melalui cara membakar. Ini tindakan yang salah.

Plastik tidak boleh dibakar. Kalau dibakar akan mengeluarkan zat yang sangat berbahaya. Asap yang dihasilkan munculkan racun dan juga bisa mempercepat penipisan lapisan ozon.

Kalau lapisan ozon sudah terbuka menganga lebar, maka ultra violet matahari akan masuk ke bumi secara meluas, terjadilah pencarian es kutub utara dan selatan, akhirnya timbul persoalan banjir, area perairan semakin meluas. 

Kebijakan pemerintah kota yang melarang penggunakan kantung plastik langkah positif yang harus didukung. Saya menilai surat edaran yang berisi kantung plastik berbayar juga tidak efektif. Semoga kalau perwali yang lebih tegas, bisa berjalan baik.

Saya pernah tinggal di Kota Banjarmasin, ternyata sudah lebih dahulu melakukan pelarangan penggunaan kantung plastik di tempat perbelanjaan. Setiap kita berbelanja tidak disediakan kantung plastik. Kalau yang tidak bawa tempat belanja terpaksa harus membeli tas belanja yang tidak sekali pakai.

Kalau diterapkan di Balikpapan mungkin awalnya agak berat, tetapi nanti kalau dipaksa, dilakukan percobaan, ternyata memang memberi dampak positif, pastinya masyarakat akan terbiasa, mayoritas bakal menerima. Nanti masyarakat saat ingin berbelanja juga akan terbiasa membawa tas belanja sedari awal.

Gaya hidup yang sudah diatur, dipertegas dengan aturan hukum pastinya akan berjalan, masyarakat akan memahaminya. Apalagi secara nyata, masyarakat juga sudah tahu bahwa kondisi lingkungan sekitaran tempat tinggal sebagian besar banyak dicemari sampah plastik.

Setiap habis hujan ada banjir dipastikan ada sisa-sisa bekas pembungkus dari plastik atau drainase yang tersumbat sampah plastik. Ini nyata. Benar-benar peristiwa yang sudah sehari-hari terjadi di lingkungan tempat tinggal masyarakat.[1]  

Vox Warga Balikpapan
Eno seorang Pegawai Negeri Sipil di Kota Balikapapan menegaskan, “Kalau sudah ada larang pasti diterima saja. Ikuti aturannya. Mau belanja memang repot harus bawa kantung belanja sendiri. Kalau lupa, bingung mau pakai apa. Terpaksa beli tas belanja pasti harganya lebih mahal dari plastik. Kalau bisa kasih gratis saja wadah belanja yang dari kertas.”

Sementara, Donald Sitorus warga Balikpapan Baru yang juga purnawirawan TNI AD, menuturkan, “Setuju saja. Bagus kalau diterapkan. Sama dengan warga eropa kantung belanjanya dari kertas yang panjang. Buat Balikpapan mungkin akan kaget. Tapi dicoba saja dulu nanti juga terbiasa. Daripada ada sampah dimana-mana tak bisa diatasi.”

Senada dengan Yehti Hernawati, Pelaku UMKM di Kota Balikpapan menginginkan diberi tas belanja gratis sama tempat perbelanjan. “Pergi ke warung kadang lupa bawa tas belanja. Mau tidak mau harus ada tas belanja. Warungnya harus sediakan tas yang dari kertas. Kalau bisa kasih gratis. Kan nanti bisa saja di tasnya dikasih gambar promosi warung.”

Dan, Nina Alviani, karyawan swasta perusahaan penerbangan di Kota Balikpapan, menyatakan, takut kena mahal. “Biasa kalau belanja di mini market dapat tas plastik gratis. Sampai dirumah hanya menupuk jadi sampah dibuang begitu saja. Kalau nanti dilarang ada lagi, saya bawa dari rumah. Udah siap ditaruh di bagasi motor. Daripada beli tas dari kain atau kertas, kan mahal. Mending mengalah. Saya setuju saja.”

Ikut Mendukung Progam Dunia
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Balikpapan mendukung bila diterbitkannya Perwali pelarangan penggunaan tas plastik saat berbelanja. Gerakan ini membuktikan pada dunia Balikpapan peduli pada kelestarian bumi, namun Perwali harus rajin disosialisasikan.

Ketua Komisi II DPRD, Muhammad Taqwa, menegaskan, sampah plastik itu sangat tidak ramah lingkungan. Pencemaran sisa sampah plastik sangat membahyakan.  Begitu jatuh ke dalah tanah butuh ratusan tahun untuk memprosesnya.

“Kalau ada Perwali bagus, berarti Balikpapan dukung program dunia untuk selamatkan bumi. Perlu ada kesadaran buat kita semua,” katanya.

Lagi pula kalau Perwali ini benar ada dan diterapkan pastinya selain ramah lingkungan masyarakat juga diuntungkan. Bisa menerapkan pola hidup hemat, yang biasanya membeli kantung plastik ini dipaksa membawa kantung belanja kemana pun. “Konsumen bisa hemat tidak lagi harus membayar tas plastik,” katanya.

Karena itu dia pun mengimbau kepada seluruh lapisan masyarkat luas untuk berbelanja sebaiknya persiapkan terlebih dahulu kantung belanja yang ramah lingkungan seperti dari kain atau kertas.

“Memang ini butuh proses sosialisasi pengenalan ke masyarakat, ada kesepakatan masyarakat. Kita harus dukung kalau untuk kebaikan bersama,” tuturnya.

Sementara dari sisi pusat perbelanjaan juga tidak akan merugikan. “Saya pikir tidak akan merugikan pusat belanja. Di negara-negara Eropa sudah banyak yang jalan, sudah berlaku puluhan tahun yang lalu, tidak ada masalah, tetap jalan saja,” ungkapnya.

Bawa Tas Belanja Sendiri
Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia Kalimantan Timur (APPBI Kaltim) menyatakan, mendukung penuh atas rencana dimunculkannya payung hukum Peraturan Walikota (Perwali) mengenai larangan penggunaan kantung plastik. Namun tempat perbelanjaan modern tidak ingin menanggung biaya pengadaan kantung belanja konsumen.

Aries Adriyanto, Ketua APPBI Kaltim, menjelaskan, pengelola pusat belanja di seluruh Kaltim sangat mendukung atas kebijakan Walikota Balikpapan. Kalau alasan  dibuatnya aturan bentuk perwali untuk memberikan dampak positif bagi kualitas lingkungan, bisa dipastikan akan didukung penuh.

“Tempat perbelanjaan akan ikut saja. Akan jalankan aturannya, akan mendukung bila positif tujuannya,” ujarnya kepada Tribun pada Rabu 28 Maret 2018 melalui sambungan Whats App.  

Beberapa tahun belakangan, sebenarnya sudah ada aturan pengketatan penggunaan kantung plastik berbayar dalam bentuk surat edaran walikota. Namun patut disadari, tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Diterapkan penggunaan tas plastik berbayar dianggap tidak efektif, penggunaannya masih banyak, konsumen tidak merasa keberatan bila disuruh membayar.  Aturan berbayar sudah pernah berjalan namun perangkat hukumnya hanya sekedar imbauan.

Secara hitungan bisnis, saat ada penerapan aturan kantung plastik berbayar tidak mempengaruhi perputaran perdagangan di retail sebab harga yang dibandrol murah meriah, sangat terjangkau. “Tidak ada pengaruhnya buat retail,” ujar Aris.

Konsumen belanja turun bukan karena ada aturan plastik berbayar. Jumlah konsumen turun dipengaruhi oleh ekonomi daerah Kaltim yang minus, sedang lesu tak bergairah, dan banyak juga orang yang eksodus pindah tempat dari Kaltim.

Tempat perbelanjaan pun sepi. Jika membandingkan dengan era beberapa tahun lalu, jelas yang sekarang ini tidak banyak. Jumlah konsumen sekarang menurun, tidak seperti zaman dahulu saat era pertambangan batu bara dan migas masih sangat bagus.

Karena itu, saat nanti muncul Perwali larangan penggunaan tas plastik dipastikan retail tidak akan sediakan secara gratis tas belanja yang dianggap ramah lingkungan. “Yang berdapak ke konsumennya, soalnya nanti kalau mau belanja harus sediakan sendiri tas belanjanya,” tuturnya.

Dia pun sarankan, penerapan Perwali nantinya tidak harus spontanitas secara mendadak. Berikan kesempatan peluang bagi reatil dan konsumen untuk berproses adaptasi. Kebijakan yang mendadak akan membuat keributan, banyak terjadi perdebatan pro dan kontra.

“Mestinya ada tahapan-tahapan. Mulai dari teguran, peringatan, hingga menutup izin operasional. Ditegur sampai tiga kali, kalau mengulangi lagi ya harus tegas, izin ditutup,” ungkapnya.

Pastinya, tambah Aris, retailers tidak mau menanggung pengeluaran yang timbul dari berbayarnya kantung plastik. Karena kondisi ekonomi saat ini masih belum membaik, meski transaksi belanja di Kaltim sudah tumbuh, namun belum sesuai target. Akhirnya konsumen yang harus menanggungnya.

“Pusat perbelanjaan termasuk masyarakat harus mengikuti dan mentaati perwali. Demi kebaikan bersama, buat kehidupan kota kita yang lebih baik,” katanya.    

Awal Penerapan hanya Pasar Modern
Dinas Lingkungan Hidup Kota Balikpapan menyatakan, tidak banyak supermarket dan minimarket yang patuh jalankan surat edaran plastik berbayar. Ada yang jalankan aturan, dan ada yang tidak implementasikan. Solusinya akan dibuat aturan yang lebih kuat mengingat dalam bentuk Peraturan Walikota (Perwali).

Saat ditemui, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Balikpapan, Suryanto, menjelaskan, surat edaran yang sudah diterbitkan hanya sebatas imbauan tidak memiliki kekuatan hukum yang tegas dan memiliki sanski.

“Surat edaran hanya imbauan. Isinya hanya plastik berbayar. Kami anggap tidak efektif. Konsumen kalau disuruh bayar harga murah tidak masalah. Disuruh bayar plastik dua ratus perak tidak merasa keberatan,” ungkapnya.

Sebagai terobosan, akan diterbitkan Perwali yang memiliki tingkat lebih tinggi yang berisi larangan penggunaan tas plastik. Sementara waktu, nanti penerapannya hanya dilakukan di supermarket dan minimarket, ritel modern.

Perwali belum diberlakukan sampai ke warung-warung klontong usaha kecil menengah dan di pasar basah. “Nanti kalau sudah berhasil barulah kita perluas aturannya sampai berlaku ke pasar-pasar tradisional dan warung-warung di perkampungan,” tegas Suryanto.

Dia menilai, penerapan plastik berbayar di pusat perbelanjaan modern banyak yang tidak berjalan efektif. Buntutnya, terjadi perdebatan antar pusat perbelanjaan. Ada yang saling iri karena penerapan surat edaran tidak berjalan merata.

Suryanto meraba-raba, menaksir awal penerapan surat edaran hanya 70 persen yang mematuhi aturan kantung plastik berbayar. Kemudian seiring waktu berjalan, kembali menyusut yang ikuti aturan Surat Edaran hanya tinggal 30 persen saja.

Dipastikan, nanti pemerintah kota akan lakukan sosialisasi secara menyeluruh ke masyarakat secara luas supaya saat diterapkan tidak memberi efek kejut. Saat Perwali terbit, tidak langsung diberlakukan namun dilakukan pengenalan.

“Perwali terbit lalu tiga bulan kami lakukan sosialisasi ke masyarakat. Kalau sudah selesai sosialisasi, barulah diberlakukan hukumnya ke minimarket dan supermarket,” tuturnya.

Penerapan hukum nanti akan dipantau diawasi petugas Satpol Pamong Praja Balikpapan. Sanksinya diberikan teguran. Jika sampai tiga kali supermarket dan minimarket ketahuan memberi tas plastik ke konsumen, maka akan diberi hukuman pencabutan izin operasional.[2] (ilo)
  
PERBANDINGAN HUKUM
Surat Edaran:
1.      Sifatnya imbauan saja
2.      Tidak ada sanksi tegas
3.      Tidak merata dilakukan
4.      Tak ada pengawasan
5.      Inkosisten tak efektif

Perwali:
1.      Sifatnya memaksa
2.      Sanksi teguran tertulis
3.      Sanksi penutupan izin
4.      Diawasi aparat Satpol PP
5.      Objek hukum menyeluruh

JENIS POLA SAMPAH
-       Sampah Daur Ulang
           122 ton per hari
-       Sampah Tak Terangkut
           76 ton per hari
-       Sampah Pembuangan Akhir Sampah
           336 ton per hari
Sumber Data: Dinas Lingkungan Hidup tahun 2016 (ilo)

ASAL MUASAL SAMPAH BALIKPAPAN
-       Sampah rumah tangga 72,41 persen   
-       Sampah pasar tradisonal 6,38 persen
-       Sampah pusat perdagangan 1,35 persen
-       Sampah fasilitas publik 4,71 persen
-       Sampah kantor 1,94 persen
-       Sampah lain-lain 4,17 persen
Sumber Data: JICA tahun 2016. (ilo)



[1] Koran Tribunkaltim, “Stop Penggunaan Kantong Plastik,” terbit pada Rabu 28 Maret 2018 di halaman depan.
[2] Koran Tribunkaltim, “Konsumen Bawa Sendiri Tas Belanja,” terbit pada Kamis 29 Maret 2018 di halaman 13 pada rubrik Tribun Etam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAYJEN TNI SONHADJI INGIN MENGAJAR

Menekuni Profesi Dosen Lemhanas Pagi yang cerah, menjadi tanda pembuka sejarah baru bagi Kodam VI Mulawarman. Markas Kodam yang berada di bilangan Jalan Jenderal Sudirman Kota Balikpapan ini kedatangan sosok pria gagah yang digadang-gadangkan menjadi Panglima Kodam Mulawarman yang bakal menggantikan Mayjen TNI Sonhadji.   Menyambut kedatangan calon Pangdam tersebut, sejumlah prajurit dan pegawai negeri sipil di lingkungan Kodam Mulawarman menyelenggarakan seremonial barisan pedang pora dengan iringan musikalitas marching band persembahan Yonzipur 17 Ananta Dharma, Selasa 20 Maret 2018. Calon pangdam yang tiba dimaksud ialah Mayjen TNI S ubiyanto, datang bersama istri ke Kota Balikpapan. Sebelum tiba di Makodam Mulawarman, keduanya telah melakukan ritual tepung tawar di Bandara Udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Balikpapan sebagai makna telah menjadi bagian dari masyarakat Kalimantan Timur.   Dipayungi awan cerah dengan berbalutkan sinar fajar, keramaian di pelatar

WIRAUSAHA MUDA INDONESIA MASIH RENDAH

Wirausaha Muda Indonesia  Masih Rendah FOTO: Pedagang Pasar Taman Kesatuan Bangsa Manado_budisusilo JUMLAH pengusaha muda di Indonesia hanya 0,18 persen dari total penduduk di Tanah Air. Angka itu masih jauh jika dibandingkan dengan Malaysia yang jumlahnya 16 persen dari total populasi penduduk di negeri jiran tersebut. TAK berbeda jauh di Sulawesi Utara (Sulut). Hanya segelintir orang muda yang berani mengadu nasib di sektor usaha. Paramitha Paat misalnya. Setelah selesai kuliah, dia memilih jalankan usaha sendiri. Keputusan tersebut dilakukannya karena dia mengaku tidak suka dengan pekerjaan terikat. "Oleh karena itu, ketika ada teman yang mengajak joint partner saya langsung setuju," ujarnya, Kamis (23/2). Mitha --panggilan akrabnya-- mengatakan, ada keuntungan dan kerugian dalam membuka usaha, namun yang pasti kalau usaha rugi ditanggung sendiri, begitu pula jika untung dinikmati  sendiri. Yang pasti membuka usaha, banyak pelajaran diperolehnya, tidak didapatkan ketika d

DEMI PENGUNGSI NURLELA RELA PUNGUT SAMPAH

Demi Pengungsi Nurlela Rela Pungut Sampah Menjelang sore, cuaca bersahabat. Belasan muda-mudi berkumpul di Kelurahan Danowudu Lingkungan Satu. Remaja yang tergabung dalam Jongfajarklub memanfaatkan waktu ini untuk melaksanakan program Go Green penukaran sampah plastik menjadi uang, untuk serangkaian kegiatan sosial satu di antaranya pengungsi, Sabtu (8/10/2011). Seorang aktivis Jongfajar, Diki Rustam, menuturkan, kegiatan Go Green mengumpulkan sampah-sampah plastik bekas gelas dan botol plastik air mineral. "Kami pungut demi lingkungan bersih," ujarnya kepada Tribun Manado. Teknis kegiatan Go Green yang dilakukan Jongfajar mengumpulkan sampah-sampah di Kota Bitung dan ditampung di Girian Bawah. Sampah dibawa oleh para relawan jongers dari tempat-tempat wilayah rawan sampah. Sudah terkumpul banyak ditukarkan ke bank sampah menjadi uang. "Buat tambahan pembiayaan program pemberantasan buta aksara di masyarakat secara gratis yang kami akan lakukan di warga peng