Guest
House Mengancam Bisnis Hotel
Menjamurnya guest house diberbagai tempat pusat perkotaan
Balikpapan dianggap sebagai ancaman bisnis perhotelan non bintang dan
berbintang. Keberadaan Guest House yang berdiri di Kota Balikpapan ubahnya
menawarkan jasa penginapan layaknya perhotelan.
Saat dikonfirmasi, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restauran
Indonesia Yulidar Gani, mengatakan, eksistensi Guest House di Balikpapan tidak
ubahnya mirip dengan operasional yang dijalankan oleh perhotelan. Segi
pelayanan dan operasional mirip dengan hotel.
“Menerapkan tarif harian, bukan lagi bulanan. Fasilitas
mungkin standar tetapi pelayanannya bisa dikatakan hampir mirip dengan hotel.
Ini berdampak buat kami pelaku usaha hotel, okupansi tambah menurun di saat
situasi ekonomi masih minus,” ujarnya pada Jumat 16 Maret 2018, melalui sambungan
telepon seluler.
Dia menegaskan, posisi guest house itu seharusnya tidak
menerapkan harian. Segementasi pasarnya pun jelas, hanya dikhususkan bagi
kalangan pekerja yang mengatasnamakan sebuah perusahaan. Namun yang terjadi,
Gani merasakan, guest house yang sekarang sudah melenceng dari tujuan
pendirian.
“Ada guest house terapkan tarif harian. Konsumennya pun
sekarang bisa bebas, kalangan umum, siapa saja boleh memakai. Kalau begitu,
harusnya bukan guest house, diganti saja jadi pakai nama hotel,” tegas
Gani.
Dia pun mengimbau, sebaiknya jangan memakai nama guest
house kalau ingin menerapkan seperti layaknya hotel. Kadang ada yang sengaja
tidak patuhi aturan, melakukan praktek guest house secara menyimpang.
“Izin mendirikan guest house memang gampang. Tidak
seperti hotel. Dirikan hotel butuh mengurus sampai 40 perizinan. Setiap
fasilitas yang dimiliki hotel juga kena retribusi. Hampir ada puluhan
retribusi,” ujarnya.
Gani mencontohkan, operasional hotel di antaranya ada
retribusi memakai air bawah tanah, retribusi genset, retribusi penggunaan lift,
retribusi okupansi. Sedangkan di guest house tidak serumit dan sebanyak
retribusi yang dikenakan ke hotel.
“Jangan berkamuflase, mendirikan guest house lalu
operasionalnya jadi seperti hotel. Kalau mau mirip hotel, ganti saja, diubah
izinnya menjadi hotel,” tegasnya.
Karena itu, dia pun berharap banyak dari pemerintah Kota
Balikpapan untuk tegas menindak melakukan razia penertiban usaha penginapan.
Seandainya ditemukan adanya praktek guest house yang operasionalnya serupa
dengan hotel, pemerintah kota wajib bertindak, bukan sekedar hanya memberikan
teguran.
Menurut dia, kegiatan berbisnis diperboehkan saja, tidak
ada larangan dan batasan namun dalam menjalankannya mesti ikuti aturan yang
berlaku, jalankan praktek etika bisnis.
Sekarang ini, kondisi ekonomi memang sedang belum
menggembirakan. Balikpapan dan sekitarnya sedang mengalami defisit, ekonomi
yang mengandalkan sumber daya alam sedang lesu, berdampak kepada semua sektor
termasuk perhotelan.
“Ekonomi sedang lesu, ditambah lagi adanya guest house
yang melenceng, jelas kami perhotelan semakin tambah terpuruk,” katanya.
Guest
House Ikut Menopang
Munculnya guest house dan perhotelan non bintang di Kota
Balikpapan merupakan langkah yang maju dalam menopang kemajuan dunia parwisata
kota dan turut mendukung suksesnya mewujudkan Balikpapan sebagai kota PIKP
(Pertemuan, Instentif, Konvensi, dan Pameran).
Hal ini disampaikan Kepala Dinas Pemuda, Olahraga dan
Pariwisata Kota Balikpapan, Oemy Facesly, kepada Tribun pada Kamis 15 Maret 2018. Ia menjelaskan, keberadaan guest
house yang muncul belakangan ini bisa dibilang langkah positif, terutama dalam
menunjang kepariwisataan Balikpapan dan penyerapan tenaga kerja.
“Kita berusaha untuk jadi kota PIKP. Ada guest house, ya
tentu saja bagus, pasarnya jadi bisa beragam. Ada yang mau pilih hotel
tersedia, mau pilih guest house juga ada, jadi konsumen bisa milih sesuai
selera,” katanya.
Kadang, berdasarkan pengalaman yang pernah dialami Kota
Balikpapan, ada event bertaraf nasional dan internasional. Kadang ada hotel
yang tidak siap menampung tamu karena kamar sudah terisi penuh. Sebagai
antisipasinya, guest house menopang, menampung konsumen yang belum digarap
hotel.
“Konsumen juga bisa mencari selera yang disukai seperti
apa penginapan yang pas. Mungkin ada konsumen yang mau cari sisi harganya yang
terjangkau, pastinya tempat penginapan guest house pilihannya,” ujar Oemy.
Secara pergerakan guest house di Balikpapan, dia pun
mendapat laporan. Banyak yang mengeluh mengalami penurunan pendapatan karena
beragam alasan seperti halnya situasi dan kondisi ekonomi daerah dan nasional
yang dianggap sedang melemah.
Karena itu, kini Dinas Pariwisata sedang berupaya mendorong
kemajuan wisata di Balikpapan supaya banyak masyarakat luar Balikpapan datang
berkunjung. Saat banyak kunjungan dipastikan akan mencari tempat
penginapan.
Langkah dalam waktu dekat ini, Dinas Pariwisata nanti akan
ciptakan destinasi baru yang menarik seperti rumah warna-warni di Kampung Baru,
Kota Tua di Kampung Baru, dan menggelar event-event bertaraf nasional.
Sementara lokasi wisata yang sudah ada, tetap selalu dimaksimalkan.
Saat ditanya mengenai harga pasar yang berlaku di tengah
persaingan yang semakin sengit di antara tempat penginapan, Omey enggan
menanggapi secara mendalam. Pastinya, soal harga yang diterapkan tempat
penginapan semua diserahkan ke masing-masing hotel dan guest house, pemerintah
kota tidak menentukan harga dasar.
“Kami hanya bisa mengimbau saja, sesama pesaing lakukan
bisnis yang bijak, yang etis, tidak usah saling menjelekkan. Mari sama-sama
saling mengisi,” tegasnya.
Sedia Puluhan Kamar Sepi Tamu
Keberadaan guest house di Kota Balikpapan sangat mudah
ditemukan. Seperti halnya di kawasan Balikpapan Tengah, Balikpapan Kota, dan
Balikpapan Selatan, berdiri banyak tempat penginapan yang menamakan diri guest
house. Sekarang ini sebagian besar para penggiat guest house di Balikpapan
mengaku sepi tamu.
Saat itu mencoba sambangi Guest House Grand Mulia yang
berada di Jalan Agung Tunggal, Kelurahan Damai Baru, mengaku, jumlah kamar yang
tersedia ada 20 ruang. Namun waktu itu, tamu yang memakai jasa guest house ini
hanya lima orang saja.
“Lagi sedikit. Sepi. Disini bebas, siapa saja boleh
menginap, tidak ada batasan, yang penting harus ikuti aturan. Tidak bebas
membawa pasangan lawan jenis kalau tanpa ada alasan dan bukti yang jelas,” ujar
Wawan, Juru Kunci Guest House Grand Mulia pada Rabu 14 Maret 2018.
Selama ini, guest house sedang sepi, kecuali saat sedang
memasuki musim liburan panjang dan malam pergantian tahun baru, ramai tamu dari
berbagai daerah. Kamar yang tersedia hampir setengah lebih bisa terisi. “Yang
sekarang yang mengisi kebanyakan orang karyawan, yang mengambil bulanan,”
tuturnya.
Penerapan tarif diberlakukan dua cara yakni harga harian
sebesar Rp 160 ribu, dan bulanan yang kena harga sekitar Rp 1,4 juta. Harga ini
sudah mendapat semua fasilitas televisi, kasur empuk, mesin ruangan pendingin,
hampir serupa dengan hotel.
“Biasanya tiap pagi kami berikan sarapan. Menu nasi lauk
pauknya, kadang kasih ayam, ikan dan sayuran,” ungkap Wawan.
Khusus yang buat harian, kata Wawan, penerapan tarifnya
sama dengan yang di hotel. Hitungan tarifnya berdasarkan jam 12 siang, tarif
dihitung bukan saat tamu masuk. Namun katanya, sampai sejauh ini yang paling
banyak menggunakan jasanya kebanyakan yang mengambil bulanan saja, kecuali saat
tahu baru banyak tamu yang mengambil harian.
Sama halnya, Guest House Cemara yang ada di Jalan Cemara,
Gunung Sari, mengaku saat ini sedang sepi. Hal ini disampaikan Jerry Andrian,
pengelola Guest House Cemara kepada Tribun
pada Jumat 16 Maret 2018 siang.
Kamar yang tersedia banyak yang kosong. Kecuali saat
akhir pekan, biasanya banyak tamu yang mengambil cara sewa harian dengan tarif
Rp 250 ribu.
Penerapan tarifnya pun sama halnya dengan hotel kebanyakan,
hitungannya dari jam 12 siang. Harga ini sudah termasuk semua fasilitas wi fi,
televisi flat, kasur empuk, mesin ruangan pendingin, dan bebas mengambil
minuman kopi dan teh.
“Sempat kemarin ada tamu dari Banjarmasin. Memakai satu
kamar tapi banyak orang, bawa anak-anaknya. Sama saja, banyak orang tapi hanya
sewa sedikit kamar,” ujarnya.
Ruangan yang disediakan Guest House Cemara ini ukuran
4x5, satu kamar bisa diisi maksimal dua orang dewasa. Paling banyak adalah tamu
orang-orang harian, jarang sekali yang mengambil bulanan dari para pekerja
karyawan.
“Ada orang dari seberang Penajam, orang Paser yang ingin
ada keperluan di Balikpapan menginap disini,” katanya.
Awal mula berdiri guest house ini sekitar akhir tahun
2016. Proses pembangunannya berlangsung tahun 2015. Niat awalnya memang bertujuan
mendirikan guest house karena secara tren bisnis, guest house bisa dibilang
bisa masuk ke berbagai kalangan.
Jalankan bisnis guest house mampu masuk ke segemen pasar
menengah atas juga menengah ke bawah. Berbeda dengan hotel, biasanya incarannya
ialah memengah atas dan kalangan kelas paling atas.
“Penghasilan kami lumayan, bisa buat bayar retribusi ke
pemerintah. Baru saja kami bayar retribusi baru yang diterapkan Dinas
Lingkungan Hidup. Namanya retribusi pelayanan kebersihan. Ya kami bayar saja,
langsung ke kantor dinasnya,” ujar Jerry.[1]
Hotel non Bintang Banting Harga
Keberadaan guest house yang bertumbuh merebak di berbagai
daerah Balikpapan benar-benar dirasakan dampaknya bagi hotel non berbintang.
Eksistensi guest house dianggap mengancam pasar bagi hotel non berbintang.
Hal ini dialami Hotel Mitra Amanah Syariah di Klandasan
Ulu. Saat bersua dengan Muhammad Syachrial, pemilik hotel ini, menjelaskan,
munculnya guest house di Balikpapan semakin memukul usaha hotel non berbintang.
“Ekonomi sedang tidak membaik ditambah ada saingan banyak
dari guest house semakin memperburuk. Tamu semakin sepi, terpecah ke guest house,”
ujarnya pada Senin 19 Maret 2018.
Ia beralasan, guest house dengan hotel non berbintang
tidak jauh berbeda. Kamar yang disedikan lebih dari sepuluh, kondisi ruangan
kamar menginap pun tidak jauh berbeda, tersedia televisi flat, ruang pendingin,
kasur springbed, tersedia jaringan wi fi internet dan makanan sarapan.
“Sekarang orang pasti pilih guest house. Mudah
mencarinya. Lokasinya stategis. Sangat dekat dengan pusat keramaian kota dan
berada di tengah-tengah pemukiman penduduk,” katanya.
Hotel yang dibangun Syachrial kini sudah dianggap
meredup. Berdiri sejak tahun 2002. Sempat merasakan kejayaan ekonomi Balikpapan
hingga di tahun 2014, saat dunia pertambangan masih menggeliat cerah. Sektor
tambang runtuh, berangsur hotel ini juga ikut semakin sepi tamu.
Upaya mempertahankan hotel, dirinya mengurangi tenaga
kerja dan kamar tamu untuk lakukan efisiensi. Restoran hotel yang dahulu
tersedia, di tahun 2016 sudah resmi ditutup dengan alasan tidak ada lagi tamu
yang jajan.
“Harga sudah saya kasih turun. Dahulu paling murah itu Rp
225 sekarang saya kasih harga hanya Rp 160 saja. Kondisi tamu sekarang tidak
seperti dahulu yang selalu penuh,” ujarnya.
Hal itu dia lakukan untuk tetap bertahan di tengah
kondisi ekonomi sedang lesu dan persaingan yang semakin sengit. Syachrial
terpaksa menerapkan harga yang hampir sama dengan guest house.
Untung saja, usaha hotelnya yang di daerah Mamuju
Sulawesi Barat masih dianggap prospektif. Keuntungan usaha ini sebagiannya
masih bisa untuk menutupi operasional usaha Hotel Mitra Amanah Syariah
Balikpapan.
“Pemerintah kota harusnya bisa berikan aturan ketat,
jangan lagi membebaskan berikan izin pendirian guest house. Harus dibatasi.
Sekarang situasi lagi susah cari tamu. Kecuali nanti kalau situasi ekonomi
sudah surplus, boleh saja diberikan lagi kebebasan mendirikan guest house,”
kata Syachrial.
Di tempat terpisah, Kepala Dinas Penanaman Modal dan
Perizinan Terpadu Kota Balikpapan, Elvin Junaidi, menegaskan, setiap orang yang
ingin mengurus izin usaha hotel dan guest house tidak jauh berbeda.
Semua persyaratan tidak ada yang berbeda, intinya semua
harus minimal menawarkan sepuluh kamar. “Tidak ada perbedaan. Keduanya masuk
jenis usaha penginapan,” ungkapnya pada Senin 19 Maret 2018 melalui sambungan
telepon selulernya.
Saat ditanya mengenai kebijakan pengketatan pendirian
usaha penginapan, dirinya menegaskan, merasa bukan kewenangannya. Soal syarat
atau kebijakan penerbitan usaha penginapan semuanya yang paling utama muaranya
ada di dinas pariwisata.
“Kami hanya mengesahkan saja. Semua rekomendasi ada di
dinas pariwisata. Kalau rekomendasi tidak ada jelas tidak bisa berdiri,”
tegasnya.
Belum lama ini Kepala Dinas Pariwisata Kota Balikpapan,
Oemy Facesly, menuturkan, keberadaan guest house berperan untuk menopang
keberadaan hotel. Satu sama lain saling mengisi dan memberi suguhan segementasi
pasar yang ragam. Konsumen pun bisa memilih banyak pilihan produk usaha
penginapan di Balikpapan.
“Terjadi perang harga itu diserahkan ke pelaku usaha.
Pemerintah tidak bisa intervensi. Soal penentuan harga di pasaran diserahkan ke
masing-masing pelaku usaha,” katanya.
Pastinya, mendirikan usaha penginapan memang terlebih
dahulu mengajukan ke dinas pariwisata. Menurut dia, setiap pengusaha penginapan
pastinya memiliki kajian bisnis sendiri. Saat akan mendirikan usaha penginapan
semestinya sudah dipikirkan soal tantangan dan prospeknya.
“Kami hanya memberikan syarat-syarat yang disesuaikan
peraturan perundang-undangan, keputusan menteri. Kalau soal kajian prospek
bisnis bukan penilaian dinas. Pengusaha biasanya yang lebih tahu kondisi
pasarnya seperti apa,” katanya.
Untung
Sedikit Tapi Tamu Datang
Melemahnya pasar hotel berbintang tiga di Kota Balikpapan
sebenarnya sudah sejak lama, saat ekonomi daerah bergejolak minus. Ditambah
persaingan sengit antara jasa penginapan membuat tantangan semakin berat untuk
tetap bertahan.
Seperti halnya terungkap dari Hosis, Asisten Manager
Hotel Royal Suite Balikpapan, di tengah perekonomian sedang lesu, banyak hotel
berbintang empat yang menurunkan harga pasaran hampir sama dengan penetapan
tarif hotel bintang tiga. Dirinya menilai, persaingan sudah semakin ketat.
“Guest house tidak terlalu berpengaruh buat kami. Yang
paling pengaruh itu di antara hotel berbintang perang harga. Satu sama lain
saling memberikan harga termurah untuk menggaet pasar yang sedang sepi,”
ujarnya.
Sebagai contoh, konsumen jelas akan memilih hotel bintang
empat di saat harga yang diterapkan sama dengan hotel bintang tiga seperti
Hotel Royal Suite. Sekarang ini mencari konsumen sedikit sukar, kalau pun ada
dipastikan akan menjadi rebutan banyak hotel.
Karakteristik konsumen kini pun lebih melihat efisiensi
anggaran. Mencari harga yang hemat namun memiliki bobot produk yang hebat. Daya
beli masyarakat belum terlalu bergairah, masih susah mencari pangsa pasar yang
fantastis.
“Konsumen kami untung saja banyak juga dari kalangan
pemerintah. Dapat dukungan dari gubernur, yang terkait kegiatan provinsi di
Balikpapan, semestinya memakai Royal Suite,” ujarnya.
Di tempat terpisah, pelaku hotel bintang empat, Yanuar
Kurniawan, Eksekutif Asisten Manager Hotel Platinum Balikpapan, membenarkan
jika memang sudah terjadi perang harga antara satu hotel dengan hotel lainnya.
Penerapan harga di hotel bintang empat hampir serupa dengan bintang tiga.
“Sudah lama terjadinya perang harga. Bukan isu yang baru
lagi. Memang benar-benar terjadi di lapangan demi menggaet pasar yang sekarang
kami anggap sedikit susah,” ujarnya.
Namun perang harga itu terjadi hanya produk untuk kamar
penginapan. Harga hotel bintang empat yang diterpakan bisa hampir serupa dengan
yang kelas hotel bintang di bawahnya.
Bicara soal harga, sekarang ini tiap-tiap hotel
memberlakukan secara fleksibel. Pola pikir hotel zaman sekarang ini lebih baik
mendapatkan tamu daripada tidak sama sekali. Situasi sulit tetap bertahan dan
mendapat tamu.
“Yang biasa langgakan di tempat kami saja bisa kami kasih
harga diskon 35 persen sampai 50 persen. Kami berpikir lebih baik untuk sedikit
tapi masih bisa untung, hotel bisa bertahan, masih bisa beroperasional,”
ujarnya.
Dia menegaskan, harga fleksibel biasanya diterpakan
kepada produk-produk barang mati, seperti di antaranya ruang kamar tidur.
Sementara harga yang tidak bisa dinegosiasikan masuk kategori produk olahan
seperti di antaranya makanan dan minuman.
“Kalau makanan kami tidak bisa. Aturan hotel bintang
empat harus berstandar di atas bintang tiga. Tidak mungkin jenis makanan
disesuaikan ke standar yang lebih di bawah. Kami harus lebih berkelas,”
katanya.
Apa pun yang terjadi, pada prinsipnya, hotel harus tetap
beroperasional mesti mendapat tamu setiap harinya. Mengingat hotel memiliki
biaya operasional yang tidak bisa dihilangkan serta ada tenaga kerja. Hotel
berhenti beresiko melakukan pemberhentian tenaga kerja, Balikpapan pun
bertambah jumlah penggangguran.
Kebijakan mengadaptasi situasi ekonomi sekarang ini,
Hotel Platinum Balikpapan tidak mencoba menaikkan harga produk hotel. “Harga
yang kami terapkan masih sama dengan yang tahun lalu,” tutur Yanuar.
Target
Pajak Penginapan Dinaikkan
Penerapan pajak antara hotel dengan guest house tidak ada
perbedaan. Masing-masing jenis usaha ini dikenakan besaran pajak yang sama
sebesar 10 persen per bulannya.
Hal ini disampaikan Priyono, Kepala Bidang Penagihan dan Pembukuan
Badan Pengelola Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Balikpapan kepada Tribun pada Senin 19 Maret 2018, di
ruang kerjanya Jalan Jenderal Sudirman.
Ia menjelaskan, hitungan pajak yang dikenakan itu
berdasarkan hasil pendapatan atau omset setiap bulannya. Penarikan pajak yang
dikenakan sebesar 10 persen.
Penerapan pajak bukan melihat unsur jenis usahanya namun
melihat dari sisi fasilitas yang ditawarkan. Semakin banyak fitur fasilitas dan
produknya maka akan jadi sasaran pajak daerah.
“Kalau guest house ternyata menggunakan air bawah tanah
jelas kami kenakan pajak. Juga sama dengan hotel. Kedua-duanya sama, tidak ada
pembedaan,” tegasnya.
Payung penerapan pajak yang diberlakukan bagi hotel dan
guest house tidak berdasarkan semena-mena pimpinan kepala daerah. Acuan yang
dipakai ada pada Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi.
Priyono menuturkan, pelaporan bulanan selalu dilakukan
pelaku usaha penginapan. Namun pemerintah tidak percaya begitu saja, biasanya,
dilakukan penungguan selama tujuh hari setelah melakukan pembayaran pajak.
“Ada tim yang menunggu di lokasi. Melihat situasi kondisi
di lapangan secara nyata. Lakukan cek kontrol apa yang sebenarnya ada di
lapangan,” ungkapnya.
Selain itu juga melanjalankan fungsi penyisiran data.
Pemerintah lakukan verifikasi data yang disodorkan oleh usaha penginapan,
mencari kebenaran data dengan fakta di lapangan. “Di data tidak ada restoran
tapi pas kita lihat ada restoran pastinya ketahuan, kami kenakan pajak,”
katanya.
Selama ini, pajak dari sektor penginapan di Balikpapan
bisa dibilang memberikan kontribusi bagi peningkatan asli daerah. Tahu lalu
saja, secara keseluruhan mampu terkumpul Rp 40 miliar dari hasil pajak sektor
ini.
“Kami yakin hasil pajak industri penginapan bakal
meningkat. Balikpapan infrastrukturnya terus ditingkatkan, ekonominya bergerak,
Balikpapan masih dianggap sebagai pintu gerbang Kaltim pasti okupansi naik,”
katanya.
Tidak heran kemudian, target perolehan pajak usaha
penginapan ini dinaikkan sebesar Rp 2,5 miliar. Diyakini ekonomi Balikpapan
optimis semakin bertumbuh, telah bangun dari tidurnya. Berdasarkan pengalaman,
para wajib pajak di usaha penginapan sangat kooperatif.
“Kalau pun ada yang terlambat bayar pajak biasanya
beralasan belum melakukan pembukuan. Ini kasusnya paling hanya 10 persen saja
dari semua total usaha penginapan yang ada di Balikpapan,” ungkapnya.[2]
Perusahaan
Banyak Tutup Hotel Berbintang Sepi
Penawaran jasa penginapan perhotelan di Kota Balikpapan
dirasakan mengalami tantangan berat. Perolehan margin keuntungan dari sektor
jasa ini tidak melaju secara signifikan, pertumbuhan tingkat kunjungannya
menurun di masing-masing hotel.
Satu di antaranya, yang dialami Hotel Platinum Kota
Balikpapan yang berada di bilangan Jalan Soekarno-Hatta kilometer lima,
mengalami kelesuan okupansi. Raihan konsumennya dari tahun ke tahun belum
bergairah.
“Situasi ekonomi daerah sedang terpuruk, daya beli
masyakat sedang turun,” ujar Yanuar Kurniawan, Eksekutif Asisten Manager Hotel Platinum
Balikpapan pada Senin 19 Maret 2018 sore melalui sambungan telepon selulernya.
Mengacu catatan Hotel Platinum Balikpapan tren
perbandingan okupansi dari tahun 2016 sebesar 65 persen, sedangkan menginjak
tahun 2017 hanya mampu meraup pasar sebanyak 55 persen. Berarti angka ini
mengalami penurunan 10 persen.
Ia menegaskan, faktor sepinya okupunasi lebih banyak
dipengaruhi oleh penurunan ekonomi secara nasional dan lokal. Semenjak banyak
perusahaan asing yang tutup hengkang dari Kalimantan Timur membuat dampak yang
sigfinikan terhadap pemakaian Hotel Platinum.
“Dulu yang sering memakai hotel kalangan perusahaan.
Sekarang sudah banyak yang tutup, juga ada pengurangan tenaga kerja, situasi
semakin sulit,” tuturnya.
Soal pengaruh bertumbuhnya usaha Guest House, Yanuar
menyangkal, tidak berdampak sama sekali. Sebab segementasi Hotel Platinum
merupakan produk hotel bintang empat, jelas berbeda sekali dengan kelas Guest
House.
Sasaran Hotel Platinum merupakan kalangan yang kekuatan
ekonominya kelas menengah atas, yang standar konsumsinya fasilitas hotel
bintang empat. Perbandingan layanan dan fasilitas hotel bintang empat dengan
guest house sangat jauh, pangsa pasarnya sudah memiliki peta sendiri.
Sisi harga yang ditawarkan Hotel Platinum pun berbeda
jauh dengan guest house. Paling standar harga di Hotel Platinum berkisar di
angka sekitar Rp 500 ribu ke atas dengan fasilitas lengkap.
Senada dengan Ulysses Jeffrey, Eksekutif Asisten Manager
Hotel Novotel dan Ibis Balikpapan, menegaskan, pertumbuhan tamu hotel memang
dirasakan ada penurunan bila dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu, saat
masih pertambangan batu bara dan minyak gas masih berjaya di Kalimantan Timur.
Keberadaan guest house yang muncul di Balikpapan juga
bukan menjadi faktor utama menggerusnya konsumen di Hotel Novotel dan Hotel
Ibis Balikpapan. Kalau pun dikatakan ada pertumbuhan unit usaha guest house di
Balikpapan secara meluas, jelas tidak berdampak sama sekali.
“Kami memiliki standar kualitas pelayanan dalam
memberikan pengalaman menginap yang lebih baik. Gara-gara ada kemunculan guest
house yang banyak, tidak membuat kami harus menurunkan kelas, banting harga
lebih murah,” tegasnya pada Senin 19 Maret 2018.
Selama ini, pergerakan usaha perhotelan Novotel dan Ibis
selalu berusaha optimis, melakukan pelayanan ke konsumen secara maksimal dengan
mengeluarkan produk yang menarik dan memberikan kepuasan secara sempurna.
Konsumen yang memakai Hotel Novotel dan Ibis, berasal
dari semua kalangan. “Tamu yang menginap 50 persen dari pemerintah dan 50
persen dari non pemerintah dengan tujuan wisata dan untuk keperluan corporate,”
ungkap Ulysses.
Tamu
Sepi Penarikan Retribusi Memberatkan
Kebijakan penerapan penarikan retribusi Pelayanan
Kebersihan dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Balikpapan kepada pelaku usaha
guest house dianggap memberatkan dan tidak jelas aturan legal formalnya.
Satu di antaranya yang merasa keberatan ialah Gues House
HI Anakku yang berada di Kelurahan Damai. Saat bersua pada Kamis 15 Maret 2018,
kebijakan penarikan retribusi tanpa ada sosialisasi terlebih dahulu secara
menyeluruh.
Saat itu, penarikan retribusi dilakukan secara tiba-tiba,
mendatangi langsung ke lokasi ke guest house dengan bermodalkan secarik kertas
yang berisi informasi retribusi dengan tanda tangan dan stempel asli dari Dinas
Lingkungan Hidup. Pengalaman ini dirasakan, Tuti Rahmawati, pemilik Guest House
HI Anakku.
“Datang mengaku pegawai memakai baju batik. Mau menarik
retribusi pelayanan kebersihan. Jelas waktu itu saya menolak, tidak mau bayar,”
ujar wanita berjilbab ini.
Biasanya, kata dia, bila ada kebijakan soal retribusi
terlebih dahulu di sosialisasikan ke para pelaku guest house yang ada di
Balikpapan. Dikumpulkan semua untuk dirundingkan. Atau setidaknya pihak
kecamatan setempat memberi tahu dan mengajak musyawarah.
“Saya sudah izin sama kecamatan. Buat laporan. Ini ada
kebijakan penarikan retribusi tidak ada sosialisasi. Saya bertanya-tanya, ada
apa ini, nanti hanya dimanfaatkan sama okunum yang mau lakukan pungutan liar
saja. Uang dikasih, tapi tidak disetor untuk daerah, takutnya begitu saja,”
ungkapnya.
Selama ini, kata Tuti, sudah memberi kontribusi bagi
pendapatan asli daerah, seperti di antaranya membayar retribusi reklame dan
retribusi tahunan ke Dinas Perizinan dan Penanaman Modal sebesar Rp 900 ribu.
Kadang juga memberikan sumbangan ke kelurahan bila ingin ada kegiatan
perkampungan sekitar rumah.
“Bayar PDAM juga kena potongan untuk bayar sampah. Kena
uang kebersihan. Saya tanya lagi untuk apa. Guest house ini tidak hasilkan
sampah yang membahayakan seperti pabrik besar. Paling sampah seperti rumah
tangga pada umumnya,” katanya.
Karena itu, dia pun berharap, setiap penerapan kebijakan
retribusi dari pemerintah kota sebaiknya dilakukan sosialisasi dan konsultasi.
Dilihat sejauh mana kemampuan dan kondisi fakta di lapangan laju gerak bisnis
guest house.
Dia sebagai warga Balikpapan pun tidak keberatan untuk
membayar retribusi asalkan jelas masuk ke Pendapatan Asli Daerah, yang nantinya
untuk dimanfaatkan bagi kemajuan Kota Balikpapan secara keseluruhan.
Tuti juga merasa bangga, masih bisa memberikan kontribusi
bagi peningkatan pendapatan daerah Balikpapan, melalui pembayaran retribusi
tahunan dan reklame guest house.
“Sekarang sepi. Tidak seperti zaman dahulu. Waktu masih
tambang masih bagus banyak karyawan yang pakai tempat saya. Sekarang sudah
tidak lagi, sepi, hanya dihitung beberapa kamar saja yang laku,” ujarnya.
Karena lesu, Tuti pun mengubah strategi. Kamar guest
house hanya sediakan 10 kamar saja, sedangkan sisanya sebanyak 11 kamar
digunakan untuk sewa kosan sebab penerapan harga kosan jauh lebih murah
dibandingkan untuk yang kelas guest house.
Penarikan
Retribusi Sah Sesuai Perda
Dinas Lingkungan Hidup Kota Balikpapan mengungkapkan,
adanya selebaran mengenai penarikan retribusi Pelayanan Kebersihan merupakan
sah dan telah resmi dikeluarkan, berdasarkan Peraturan Daerah mengenai
Retribusi.
Hal ini disampaikan Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Suryanto
pada Jumat 16 Maret 2018 pagi. Dia menjelaskan, sekarang ini memang sedang
gencar melakukan penarikan retribusi di tengah anggaran daerah sedang terjun
bebas ke bawah, defisit.
Kata Suryanto, kondisi yang terjadi di lapangan, Kota
Balikpapan mengalami ketimpangan dalam pengelolaan sampah. Selama ini kebutuhan
untuk mengelola sampah mengeluarkan uang sampai Rp 60 miliar per tahun,
sedangkan perolehan retribusi dari sektor sampah saja hanya mencapai Rp 9
miliar. Nilai angka ini dianggap timpang, jauh lebih besar pengeluarannya
ketimbang pendapatannya.
“Pengeluaran kita (Balikpapan) jauh lebih banyak untuk
pengelolaan sampah. Kita ambil contoh di Surabaya sudah bisa capai pengasilan 50
persen, untuk menutupi biaya pengelolaan sampah. Surabaya bisa mencapai Rp 30
sampai 40 miliar dari retribusi sampah saja, mereka bisa tanggung untuk
pengeluaran pengelolaan sampah,” ujarnya.
Sebagai contoh, ujar Suryanto, mengelola Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang di daerah Manggar saja butuh biaya banyak.
Penyediaan lahan hingga biaya tenaga kerjanya pun wajib dibayar sebagai balas
jasa. Untuk membuka lokasi areal baru zona TPA di Manggar saja bisa menelan
biaya sampai Rp 160 miliar.
“Tahun ini kita sudah bertekad tidak akan lagi lakukan
membebaskan lahan perluasan TPA. Lahan yang ada sekarang saja diusahakan untuk
dipakai. Fokus kami sekarang yang dikurangi sampahnya, bukan dengan cara
menambah areal TPA,” katanya.
Selama ini, tambah Suryanto, di beberapa tempat usaha
tidak banyak yang memakai jasa sambungan air PDAM. Karena setiap warga yang
memakai PDAM, bisa dipastikan terkena retribusi sampah. Pembayaran retribusi
sampah dimasukkan dalam bayaran bulanan PDAM.
“Bagaimana dengan yang tidak memakai PDAM ? Ada beberapa
tempat yang hanya memakai WTP (Water Treatment Plant), ada tempat yang belum
terjaring. Ya kami datangi, saya kirim pegawai-pegawai saya ke lokasi yang
dianggap potensi,” ungkapnya.
Zaman dahulu, sekitar setahun yang lalu, retribusi
Pengelolaan Kebersihan sudah diterapkan, namun tahun ini ada kenaikan tarif,
harga kini resminya adalah Rp 350 ribu per bulan. Pembayarannya pun dilakukan
melalui rekening resmi bank yang ditunjuk seperti Bank Kaltimtara.
“Saya juga ingatkan bayarnya jangan kontan, harus
ditransfer. Jangan sampai jatuh ke orang yang tidak bertanggungjawab. Namanya
manusia bisa saja tergoda, bawa uang kontan akhirnya tidak sampai ke tujuan. Bagusnya
kirim ke rekening bank saja atau datangi kantor kami langsung,” tegasnya.
Sebenarnya, tujuan penarikan retribusi Pengelolaan
Kebersihan untuk menutupi biaya penanganan sampah di seluruh Balikpapan.
Retribusinya jelas dipayungi hukum perda dan telah dilakukan sosialisasi ke
tingkat kelurahan yang dihadiri juga bagian hukum pemkot. Namun patut disadari,
juga ada beberapa masyarakat yang belum berkesempatan ikut sosialisasi.
“Mungkin tidak semua warga kita undang. Hanya beberapa
orang saja. Jadi wajar ada warga yang anggap belum disampaikan informasinya.
Tapi yang namanya Perda itu siapa saja yang belum tahu tetap saja dianggap
tahu.
Karena, tambah dia, Perda itu produk yang dibuat Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, yang mewakili rakyat. Jadi kalau sudah diketuk,
dimasukkan ke dalam lembaran negara maka berlaku untuk semua warga Balikpapan
tanpa terkecuali, maka tidak ada alasan belum mengetahui adanya aturan hukum.
“Target retribusi sampah kita tahun ini dinaikkan lagi,
menjadi Rp 14 miliar dengan harapan bisa dapat 50 persen dari pengeluaran yang
kita pakai untuk kelola sampah. Harap maklum saja, APBD kita ,” tuturnya.
Suryanto menegaskan, bagi para pengusaha guest house yang
merasa keberatan dengan penerapan retribusi Pengelolaan Kebersihan sebaiknya
membuat laporan yang ditembuskan ke Dinas Lingkungan Hidup. “Buat permohonan
keringanan ke kami. Kalau alasan sedang sepi tamu, ekonomi lesu yang jelaskan
saja,” katanya.
Pendapatan dari retribusi sampah tersebut nantinya
digunakan untuk kebersihan kota. Secara sekilas memang tidak digunakan untuk
kebersihan kampung-kampung tempat tinggal si pembayar retribusi. Biasanya di
tiap lingkungan tempat tinggal ada retribusi sendiri lagi untuk tukang
pelayanan kebersihan. Jelas hal ini beda.
“Bentuk nyata hasil retribusinya dipakai untuk kebersihan
kota yang kita rasakan. Begitu keluar rumah lalu ke jalan-jalan ternyata
merasakan kebersihan kota, itulah yang sudah kita rasakan,” ujarnya. (ilo)
Jenis
Usaha Penginapan Kota Balikpapan
Hotel 84 unit
Wisma 4 unit
Guest house 17 unit
Kosan 124 unit
SUMBER
DATA: Dinas Pariwisata
Kota Balikpapan tahun 2017 (ilo)
Penyerapan
Tenaga Kerja Kota Balikpapan
Hotel 4.439 orang
Wisma 22 orang
Guest House 64 orang
Kosan 452 orang
SUMBER
DATA:
Dinas Pariwisata Kota Balikpapan tahun
2017 (ilo)
Pendapatan
Sektor Penginapan
Tahun 2015: Rp 37.490.029.446
Tahun 2016: Rp 39.393.467.912
Tahun 2017: Rp 41.789.257.636
SUMBER
DATA: Pendapatan sektor
penginapan gabungan dari hotel, wisma, guest house, dan kosan. Dinas Pendapatan
Daerah Balikpapan tahun 2017 (ilo)
Pajak
Usaha Penginapan Kota Balikpapan
-Capaian Tahun 2018 sebesar Rp 40 miliar per tahun
-Target Tahun 2018 sebesar Rp 42,5 miliar per tahun
SUMBER
DATA: Badang Pengelola
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Balikpapan. (ilo)
Yuk di add pin WA: +628122222995
BalasHapusSabung ayam online dan semua jenis permainan judi online ..
Semua bonus menarik kami berikan setiap hari nya ... :)
www,bolavita, ltd agen sabung ayam