Kaltim Bangun Rumah Edukasi Saja
Gurita
narkoba melilit masyarakat Kalimantan Timur (Kaltim). Peredaran dan
penyalahgunaan narkoba melingkungi kehidupan masyarakat Kaltim. Cerminan ini
gambaran dari klasifikasi daerah yang terpapar parah pengaruh narkoba.
Tahun ini, Provinsi
Kaltim yang sudah berusia 61 tahun dinyatakan masuk dalam jajaran tiga besar provinsi
yang banyak ada peredaran narkoba, setelah daerah Jakarta dan Provinsi Riau.
Fenomena
inilah yang kemudian menjadi salah satu topik bahasan yang dimasukkan ke dalam
debat kandidat calon gubernur (cagub) Kaltim beberapa hari yang lalu.
Semua pasangan calon tanpa terkecuali memberikan pernyataan setuju jika narkoba dibasmi habis, tidak ada satu pun anak generasi Kaltim terbius setan narkoba.
Semua pasangan calon tanpa terkecuali memberikan pernyataan setuju jika narkoba dibasmi habis, tidak ada satu pun anak generasi Kaltim terbius setan narkoba.
Bahkan satu
di antara kandidat cagub ada yang memberikan solusi atasi penyakit narkoba di
Kaltim melalui cara yang pantas bisa disebut sebagai langkah revolusiner!.
Dialah bernama Isran Noor, mantan Bupati Kutai Timur, yang menyatakan dalam debat cagub, upaya menangani persoalan narkoba di Kaltim melalui gaya tangkap dan tembak mati, siapa pun itu yang berhubungan dengan benda bernama narkoba.
Dialah bernama Isran Noor, mantan Bupati Kutai Timur, yang menyatakan dalam debat cagub, upaya menangani persoalan narkoba di Kaltim melalui gaya tangkap dan tembak mati, siapa pun itu yang berhubungan dengan benda bernama narkoba.
Cara ini terinspirasi dari tindak
tanduk pemimpin dari negeri tetangga yang secara geografis negara ini
berdekatan dengan Provinsi Sulawesi Utara yakni Filipina.
Penanganan pemberantasan
narkoba di Kaltim sebenarnya bisa dilakukan secara murah meriah tidak harus mengeluarkan banyak rupiah dan teramat mudah dilakukan.
Hal ini diungkapkan, Duta Narkoba Ikatan Alumni Universitas Indonesia, Irjen Pol Purn Beny Mamoto saat berkunjung ke Kota Balikpapan, Provinsi Kaltim pada Sabtu 28 April 2018 pagi.
Hal ini diungkapkan, Duta Narkoba Ikatan Alumni Universitas Indonesia, Irjen Pol Purn Beny Mamoto saat berkunjung ke Kota Balikpapan, Provinsi Kaltim pada Sabtu 28 April 2018 pagi.
“Bangun
rumah edukasi di setiap kabupaten kota yang ada di Kaltim. Buat sarana edukasi
untuk pencegahan narkoba kepada generasi muda yang dari usia 10 sampai 50
tahun,” ujarnya usai mengisi materi talkshow Pemberantasan Narkoba di aula
rumah dinas Walikota Balikpapan.
Pembangunan
rumah edukasi tidak harus membuat bangunan baru. Bisa dilakukan dimana saja,
namun topiknya ialah rumah edukasi pemberantasan narkoba. Mereka yang
dilibatkan adalah para millenial sebagai generasi masa depan bangsa.
Generasi
muda tidak boleh sampai rusak, wajib dibentengi oleh pengetahuan soal ancaman
buruk narkoba. Diberikan pemahaman, narkoba itu hanya sekedar diketahui saja, namun bukan sesuatu hal yang layak dicoba, untuk dikonsumsi.
Jikalau seluruh muda mudi terjerembab pada narkoba, sama saja menghantarkan suatu bangsa hancur lebur tak karuan. Peradaban tinggal abu dan arang, kenangan yang melayang dan hilang menguap.
Jikalau seluruh muda mudi terjerembab pada narkoba, sama saja menghantarkan suatu bangsa hancur lebur tak karuan. Peradaban tinggal abu dan arang, kenangan yang melayang dan hilang menguap.
Dipastikan,
kata dia, melalui rumah edukasi nanti akan ada sosialisasi secara menyeluruh
mengenai narkoba. Edukasi yang rajin mengenai bahaya narkoba akan memberikan
para sindikat narkoba bergerak sempit, tidak akan leluasa bergerak.
“Rata-rata
orang kena narkoba karena tidak tahu. Tapi kalau sudah tahu, pastinya bakal
waspada,” tegas Benny, yang kini menjabat sebagai Wakil Direktur Sekolah Kajian
Stratejik dan Global Universitas Indonesia ini.
Soal
penanganan narkoba layaknya di negara Filipina pastinya Indonesia tidak bisa
mencontoh mentah-mentah konsep yang dijalankan oleh Presiden Filipina, Rodrigo
Duterte.
“Kita punya hukum sendiri. Filipina punya sendiri. Beda hukumnya. Mana mungkin kita adopsi hal-hal begitu,” ujarnya.
“Kita punya hukum sendiri. Filipina punya sendiri. Beda hukumnya. Mana mungkin kita adopsi hal-hal begitu,” ujarnya.
Lagi pula,
tambah Benny, negara Filipina melakukan cara pukul rata antara pengedar dan
pemakai karena latarbelakang kondisi negaranya yang sudah sangat parah
terpengaruh budaya narkoba. Semua sendi kehidupan sudah terpengaruh virus
narkoba.
“Disana
begitu parah. Ada keterlibatan pejabatnya, pasar narkoba sudah massif. Presiden
Duterte buat apa membangun kalau masih ada narkoba. Duterte mengambil skala
prioritas berantas narkoba barulah membangun sumber daya manusianya dan
infrastruktur negaranya,” katanya.
Menurut
Benny, Indonesia tidak bisa melakukan hal yang serupa dilakukan negara
Filipina, yang lakukan berantas narkoba tanpa pandang bulu semua ditindak tanpa
proses di meja pengadilan.
“Kita
(Indonesia) tidak bisa. Kita punya undang-undang sendiri, menjunung tinggi Hak
Asasi Manusia. Kalau dilakukan sama dengan Filipina tidak akan selesaikan
masalah,” tutunya.
Makanya juga
akan mustahil diterapkan di Provinsi Kaltim. Seandainya memang akan benar
melakukan sama halnya di negara Filipina bisa dipastikan akan mendapat sorotan
tajam dari masyarakat internasional.
“Dapat
peringatan dari Hak Asasi Manusia internasional. Sangat beresiko, pejabat kita
nanti bisa diajukan ke pengadilan internasional. Tangkap dor, tangkap dor
seperti dahulu di zaman Orde Baru ada petrus (pembunuhan misterius), masalah
kriminalitas tetap tidak selesai,” ungkap Benny.
Karena itu,
imbuhnya, sebaiknya dalam memberantas narkoba Indonesia termasuk di Kaltim
ikuti saja sesuai ketentutan ciri negara Indonesia melalui syarat adanya penegakan
hukum yang adil tegas.
Selain itu,
berikan sanksi yang berat buat mereka yang secara fakta terbukti terlibat dalam pengedaran dan kegiatan produksi narkoba supaya ada efek jera tak lagi lakukan hal yang serupa. Terobosannya, mesti membenahi penjara Lapas.
“Tidak dibenahi lapasnya, tentu saja si bandar narkoba bisa bertransaksi dari dalam penjara. Ini fakta yang pernah kita ungkap,” kata Benny.
“Tidak dibenahi lapasnya, tentu saja si bandar narkoba bisa bertransaksi dari dalam penjara. Ini fakta yang pernah kita ungkap,” kata Benny.
Hal yang
kini dikhawatirkan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan
langkah Peninjauan Kembali (PK) bisa dilakukan berkali-kali oleh terpidana
tentu saja akan menghambat eksekusi bagi terpidana narkoba.
“MK membolehkan
PK berkali-kali maka akan tidak bisa eksekusi,” ujar Benny yang jabatan
terakhirnya sebagai Deputi Pemberantasan Narkotika di Badan Narkotika
Nasional.
Menurut dia,
kondisi PK yang bisa diajukan berulang-ulang kali perlu ada terobosan hukum yang
taktis. Setiap yang mengajukan PK lagi, pastinya si terpidana merasa tidak
bersalah secara hukum.
“Cari saja
langkah untuk bagaimana supaya bisa ketangkap lagi dengan kasus yang baru, yang narkoba. Kan ketangkap lagi
baru bisa dieksekusi, jangan sampai stagnan nantinya,” kata pria yang pernah
mendapat penghargaan Bintang Bhayangkara Nararya ini.
Benny menegaskan, dalam melawan bahaya narkoba harus dilakukan oleh semua pihak, seluruh masyarakat bersatu padu turun tangan, anggaplah sedang menghadapi momen yang sudah sangat darurat hebat nan dahsyat.
Harus dilakukan secara serius, semua elemen terlibat dalam pemberantasan narkoba seperti layaknya kita semua sedang berusaha menangani dan mencari jalan keluar dari darurat bencana alam.
Benny menegaskan, dalam melawan bahaya narkoba harus dilakukan oleh semua pihak, seluruh masyarakat bersatu padu turun tangan, anggaplah sedang menghadapi momen yang sudah sangat darurat hebat nan dahsyat.
Harus dilakukan secara serius, semua elemen terlibat dalam pemberantasan narkoba seperti layaknya kita semua sedang berusaha menangani dan mencari jalan keluar dari darurat bencana alam.
“Semua orang
harus turun ikut berantas. Di narkoba saya nilai belum ada tanda-tanda seperti
menghadapi bencana yang darurat. Kalau kita semua mengganggap sebagai darurat
pasti semua akan serius. Setiap hari ada penangkapan,” tuturnya. (ilo)
Komentar
Posting Komentar