Sembako jadi Makna Persaudaraan
Oleh: Narsia Ishak
TEPAT di penghujung akhir Agustus tanggal 27 masehi, aku bersama para sahabat yang tergabung dalam komunitas Jongfajar melakukan kegiatan program Tebar Cinta di perkampungan Wangurer Barat Kota Bitung Sulawesi Utara.
Rasa bahagia bercampur lelah mengunjungi perkampungan tersebut dengan berjalan kaki, menanjak dan berselimutkan debu. Kebahagiaan yang kami miliki saat itu sangat berkesan karena maklum saja akan hadapi jelang detik-detik memasuki perayaan lebaran Idul Fitri 1432 Hijriah.
Memilih lokasi perkampungan Wangurer Barat alasan rasionalnya adalah sebagian besar rakyatnya para warga gusuran dari desa Candi yang mayoritas berasal dari latar belakang kalangan ekonomi lemah.
Berkat dorongan niat silaturahmi, aku bersama jongers lainnya merasakan sesuatu kedakhsayatan kekuatan persatuan dan kekeluargaan. Oleh Tuhan Yang Maha Esa saat itu, cuaca diberi nyaman. Meski mendung dan angin semilir hujan pun tak turun memberikan kelancaran kegiatan Tebar Cinta.
Program Tebar Cinta terbilang awam di mata masyarakat Indonesia, terkhusus Kota Bitung. Buat kami ini merupakan perkenalan perdana dari Jongfajar klub, sebuah komunitas dari orang-orang yang berjiwa muda atau jongers dalam upaya memberikan kepedulian dan membantu meringkankan beban rakyat.
Saat itu aku bersama sahabat jongers memberikan bingkisan yang tidak seberapa nilainya. Namun diharapkan pemberian itu akan menjadi makna simbol tali persaudaraan dan kebersamaan yang penuh manfaat.
Waktu siang itu, aku pribadi bersama dua sahabat jongers tiba di sebuah rumah sederhana. Kesempatan itu kami melihat seorang Ibu. Sedang santai sambil merebahkan badan di lantai rumahnya yang juga ketika itu si Ibu menemani anaknya bermain di dalam rumah.
Saat berbincang, ibu tersebut memiliki dua anak dibawah umur serta seorang buruh yang bekerja di pelabuhan. Terpisah kami pun temukan juga seorang perempuan yang biasa disapa ibu Nur dan seorang anaknya yang masih mungil berumuran 4 tahunan dengan bersuamikan buruh besi tua.
Melihat kondisi itu, dapat mengambil pelajaran bahwa keluarga tersebut tetap menjalani kehidupan dengan semangat meski dengan keterbatasan. Buat mereka hidup itu adalah pilihan agar selalu dihadapi penuh dengan rasa cinta, bukan untuk menyerah membuat rasa menderita diri.
Rasa bahagia bercampur lelah mengunjungi perkampungan tersebut dengan berjalan kaki, menanjak dan berselimutkan debu. Kebahagiaan yang kami miliki saat itu sangat berkesan karena maklum saja akan hadapi jelang detik-detik memasuki perayaan lebaran Idul Fitri 1432 Hijriah.
Memilih lokasi perkampungan Wangurer Barat alasan rasionalnya adalah sebagian besar rakyatnya para warga gusuran dari desa Candi yang mayoritas berasal dari latar belakang kalangan ekonomi lemah.
Berkat dorongan niat silaturahmi, aku bersama jongers lainnya merasakan sesuatu kedakhsayatan kekuatan persatuan dan kekeluargaan. Oleh Tuhan Yang Maha Esa saat itu, cuaca diberi nyaman. Meski mendung dan angin semilir hujan pun tak turun memberikan kelancaran kegiatan Tebar Cinta.
Program Tebar Cinta terbilang awam di mata masyarakat Indonesia, terkhusus Kota Bitung. Buat kami ini merupakan perkenalan perdana dari Jongfajar klub, sebuah komunitas dari orang-orang yang berjiwa muda atau jongers dalam upaya memberikan kepedulian dan membantu meringkankan beban rakyat.
Saat itu aku bersama sahabat jongers memberikan bingkisan yang tidak seberapa nilainya. Namun diharapkan pemberian itu akan menjadi makna simbol tali persaudaraan dan kebersamaan yang penuh manfaat.
Waktu siang itu, aku pribadi bersama dua sahabat jongers tiba di sebuah rumah sederhana. Kesempatan itu kami melihat seorang Ibu. Sedang santai sambil merebahkan badan di lantai rumahnya yang juga ketika itu si Ibu menemani anaknya bermain di dalam rumah.
Saat berbincang, ibu tersebut memiliki dua anak dibawah umur serta seorang buruh yang bekerja di pelabuhan. Terpisah kami pun temukan juga seorang perempuan yang biasa disapa ibu Nur dan seorang anaknya yang masih mungil berumuran 4 tahunan dengan bersuamikan buruh besi tua.
Melihat kondisi itu, dapat mengambil pelajaran bahwa keluarga tersebut tetap menjalani kehidupan dengan semangat meski dengan keterbatasan. Buat mereka hidup itu adalah pilihan agar selalu dihadapi penuh dengan rasa cinta, bukan untuk menyerah membuat rasa menderita diri.
Komentar
Posting Komentar