Pria Renta di Lampu Merah Malalayang
Oleh Andrew Alexander Pattymahu
22 Oktober 2010 pukul 14:09
Hari itu, Minggu (17/10) cuaca Kota Manado tidak sedang panas-panasnya, sementara angin bertiup sedikit kencang sehingga mampu menjatuhkan daun-daun tua dari pohonnya. Matahari siang, masih tertutup awan putih sehingga sengatannya tidak terlalu membakar kulit
Setelah sudah sekian lama tidak melakukan perjalanan ke Kota Amurang, akhirnya hari ini aku bisa berkesempatan melihat-lihat kota itu lagi. Aku sudah meninggalkan kota ini kurang lebih tiga bulan, seusai melepas tugas sebagai wartawan biro pada sebuah media lokal di Sulut.
Biasanya perjalanan ke Kota Amurang bisa aku tempuh dengan menggunakan sepeda motor kesayangannya (dengan waktu kurang dari 1 jam 30 menit), tetapi lantaran sudah lama tidak kesana (selama 3 bulan), akhirnya aku memutuskan untuk naik kendaraan umum saja, karena pikirku kalau pakai motor pasti bisa alami kelelahan. Apalagi aku hanya mampir sebentar saja disana,untuk menemui beberapa sahabat sesama wartawan.
Aku memilih angkutan kota atau mikrolet jurusan Malalayang-Pasar 45 dari Jalan Sam Ratulangi untuk ke terminal Malalayang dan selanjutnya naik mini bus untuk perjalanan ke Kota Amurang. Nah, sesampai di kawasan Malalayang tepatnya dekat Rumah Sakit Prof RDKandouw, sopir mikorlet memberhentikan laju kendaraannya setelah ada lampu merah.
Kemudian dari sisi sebelah kiri jalan atau di tortoar, berdiri sebuah pria renta berumur kira-kira hampir 60 tahun. Ia memakai kemeja putih dan kulitnya hitam legam. tiba-tiba saja pria tua ini berteriak kepada semua sopir ini, agar supaya jangan menghiraukan lampu merah dan terus jalan. "Lampu merah ini rusak, jadi silakan terus jalan," teriaknya dengan suarakeras.
Kemudian dari sisi sebelah kiri jalan atau di tortoar, berdiri sebuah pria renta berumur kira-kira hampir 60 tahun. Ia memakai kemeja putih dan kulitnya hitam legam. tiba-tiba saja pria tua ini berteriak kepada semua sopir ini, agar supaya jangan menghiraukan lampu merah dan terus jalan. "Lampu merah ini rusak, jadi silakan terus jalan," teriaknya dengan suarakeras.
Sontak saja ini membuat bingung sopir mikorlet tadi. Kebetulan juga aku duduk di samping kirinya. Sopir ini tidak merespon sama sekali apa yang diucapkan pria tua tadi. ia berteriak lagi, "Terus jalan." Sampai ketiga kali pria tua tadi berteriak, akhinya sang sopir mempercayai maksud dia.
Sopir ini berkata kepadaku. "Saya pikir ia orang yang kurang waras." Aku hanya senyam-seynum saja dengan perkataannya. Aku kemudian sempat menoleh ke belekang dan melihat pria tua itu masih saja berdiri di persimpangan tadi dan melakukan hal serupa terhadap kendaraan lain yang berhenti karena terkecoh dengan rusaknya lampu merah itu. Pikirku, sampai kapan ia bisa bertahan berdiri disitu, apa setelah lampu merah tadi bekerja normal? tanyaku.
Pria itu rela berpanas-panasan dan bertahan untuk berdiri berjam-jam, apalagi usianya memang sudah tidak muda lagi) demi sebuah informasi kepada semua pengendara. Ia berbuat kebaikan, walapun oleh sebagian orang dianggap sepele bhkan suatu kegilaan. Kebaikan yang lahir dari ketulusan hati memang seringkali tidak harus di ketahui banyak orang, seperti apa yang telah dilakukan pria ini. Bahkan saat seseorang berbuat kebaikan, ada kalanya dianggap sebuah kesalahan oleh orang lain, lantaran mereka tidak mengerti maksudnya. Tapi "Ini (kebaikan) hanya dilakukan saja dan pasti kita akan menuai buah dari kebaikan ini".
Hari ini kita harus belajar lagi menabur kebaikan dimana saja, kapan saja, dan dalam kondisi apa saja. Ini setidaknya dimulai dari hal-hal kecil sekalipun. kebaikan hati itu seperti air yang memberikan kesejukan bagi siapa saja yang meminumnya.
Sopir ini berkata kepadaku. "Saya pikir ia orang yang kurang waras." Aku hanya senyam-seynum saja dengan perkataannya. Aku kemudian sempat menoleh ke belekang dan melihat pria tua itu masih saja berdiri di persimpangan tadi dan melakukan hal serupa terhadap kendaraan lain yang berhenti karena terkecoh dengan rusaknya lampu merah itu. Pikirku, sampai kapan ia bisa bertahan berdiri disitu, apa setelah lampu merah tadi bekerja normal? tanyaku.
Pria itu rela berpanas-panasan dan bertahan untuk berdiri berjam-jam, apalagi usianya memang sudah tidak muda lagi) demi sebuah informasi kepada semua pengendara. Ia berbuat kebaikan, walapun oleh sebagian orang dianggap sepele bhkan suatu kegilaan. Kebaikan yang lahir dari ketulusan hati memang seringkali tidak harus di ketahui banyak orang, seperti apa yang telah dilakukan pria ini. Bahkan saat seseorang berbuat kebaikan, ada kalanya dianggap sebuah kesalahan oleh orang lain, lantaran mereka tidak mengerti maksudnya. Tapi "Ini (kebaikan) hanya dilakukan saja dan pasti kita akan menuai buah dari kebaikan ini".
Hari ini kita harus belajar lagi menabur kebaikan dimana saja, kapan saja, dan dalam kondisi apa saja. Ini setidaknya dimulai dari hal-hal kecil sekalipun. kebaikan hati itu seperti air yang memberikan kesejukan bagi siapa saja yang meminumnya.
Komentar
Posting Komentar