Langsung ke konten utama

KONSUMSI CABAI di SULAWESI UTARA

Sulut Makan 6 Ton Rica per Hari  

*Rata-rata Konsumsi per Bulan 2.000 Ton
*Rica Gorontalo Kuasai Pasar Sulawesi Utara

ANGKA konsumsi cabai (rica) di Sulut luar biasa besar. Dibanding daerah lain di Indonesia, Sulut berada di urutan pertama. Berdasar data Dinas Perindustrian Perdagangan (Disperindag) Sulut, kebutuhan cabai per bulan di Sulut, 1.500-2.000 ton per bulan. Hitungan kasar, Masyarakat Sulut, makan rica 6.66 ton per hari.

FOTO: Penjual Cabai di Pasar Bersehati_budisusilo
"Cabai rawit ini sebagian dari lokal dan sebagian lagi dari luar Sulut. Ini terlihat bahwa cabe rawit sangat dibutuhkan masyarakat," kata Kepala Disperindag Sulut, Sanny Parengkuan, Kamis (19/4/2012).

Cabai rawit sebagai komoditas bebas. Penjualannya bebas antarkota di Indonesia. Tingginya kebutuhan yang tak diimbangi produksi lokal membuat harga fluktuatif. Tak heran, cuma di Sulut, cabai menjadi salah satu penentu inflasi daerah.

"Harga yang berfluktuatif karena pengaruh cuaca dan distribusi. Namun yang menjadi terkendala utama karena cuaca buruk menyebabkan rica menjadi mahal karena banyak yang rusak," ujarnya.

Untuk memenuhi kebutuhan, pasokan cabai terbesar berasal dari Gorontalo dan Jatim.  "Komoditi bebas, jadi penjualan biasa saja. Kalau dari lokal saja tidak cukup sehingga diambil pasokan gorontalo. Rata-rata kebutuhan pasokan rica dari luar sekitar 50 persen. Karena kadang-kadang ada juga pasokan dari lokal yang bisa mencukupinya," jelasnya.

Tingginya permintaan membuat harga cabai yang dipasok dari luar 'naik turun' tergantung ketersediaan stok. Di Pasar Pinasungkulan, Karombasan, harga per kilogram Rp 34 ribu. Sepekan lalu sempat Rp 50 ribu karena stok kurang. "Harga turun karena stoknya bertambah," ujar Farida Adam, pedagang cabai.  Menurut Farida yang telah lima tahun menjual cabai, stok mencukupi karena ada pasokan  dari Kotamobagu dan Jawa.

Parman, pedagang lainnya mengatakan, ia mengambil cabai dari Gajiono, pemasok besar. Sekali ambil ia membeli 30 kilogram. "Sehari bisa terjual hingga 15 Kilogram," tuturnya. Stok miliknya itu biasanya habis dalam dua hari.

Hamzah Abdul, pedagang cabai di Pasar Bersehati Calaca mengatakan, pasokan cabai berasal dari Gorontalo, Tenga dan Kotamobagu. Menurut Hamzah, cabai dari Gorontaloberkualitas paling bagus. Ia mengenal pemasok besar cabai yang berasal dari Gorontalo. "Namanya Angker di Isimu tapi saya tidak mempunyai nomor kontaknya,"katanya.

Hamzah menambahkan yang menentukan harga ialah ketersediaan stok di pasar. Ia mengatakan harga cabai sempat melambung tinggi karena ada permintaan besar-besaran dari Kalimantan. "Banyak yang mengatakan harga cabai melambung tinggi karena kenaikan BBM. Itu salah. Ada permintaaan besaran-besaran dari Makasar. Prinsipnya jika barang langka di pasar, maka harga menjadi tinggi karena permintaaan konsumen menjadi besar,"katanya.

Rusli Ibrahim (54) juga mengatakan hal yang sama.  Curah hujan yang tinggi juga memengaruhi harga cabai. "Curah hujan yang tinggi membuat bunga cabai gampang berguguran. Jadi, produksi cabai menjadi sedikit. Produksi cabai yang sedikit. Cabai itu kemudian banyak dicari orang. Harganya otomatis menjadi mahal,"katanya.

Setali tiga uang, stok cabai di swalayan hingga supermarket di Manado pun bergantung pasokan luar daerah.  Cesar Wilhelem, Departement Manager Product Hypermart MTC mengatakan, pasokan cabai dari Tomohon, Sonder, Langowan, dan Gorontalo. "Kami tidak pernah punya stok cabai. Masuk setiap hari, karena kami sesuaikan dengan kebutuhan costomer. Apalagi cabai juga tidak bisa disimpan dalam waktu lama, " ujarnya

Dalam satu hari cabai yang dijual lebih dari 20 kilogram. "Jumlah permintaan costomer terhadap cabai ini memang cukup tinggi, dalam satu hari saja bisa mencapai 30 kilogram. Apalagi kalau hari libur, permintaannya bisa mencapai 40 kilogram, " ujarnya

Sandro Karinda, Asisten Manager Gelael Megamall, mengatakan, cabai yang dijual, berasal dari Gorontalo dan Palu, yang masuk setiap hari. "Kami biasa pesan dari satu suplier. Per hari bisa mencapai 20 kilogram, jumlah tersebut disesuaikan dengan permintaan konsumen. Apabila suplier tidak bisa memenuhi permintaan kami, biasanya kami membelinya di pasar tradisional," ujarnya

Sementara, Erni Soemardi, Manager Marketing Multimart, mengatakan, jumlah pasokan cabai dalam tiga minggu terakhir ini, memang sedang terjadi penurunan. "Cabai yang tersedia di supermarket kami, berasal dari Gorontalo yang dibawa langsung oleh suplier. Tiap hari bisa mencapai 50 kilogram, dan itu semua bisa habis dalam satu hari. Tetapi dalam tiga minggu terakhir ini, suplayer kami, tidak dapat memenuhi permintaan kami, sehingga harus membeli di pasar tradisional, " ujar Erni.

Petani tak Kuasa Lawan Pemodal Besar 
*Tengkulak Mainkan Harga Sesuka Hati

LESTARYONO, petani cabai asal Desa Purworejo, Boltim mengatakan pengaturan pemasaran cabai penting agar harga stabil. Ia mengakui jika produksi cabai rendah, maka harganya menjadi tinggi. Sebaliknya, semua petani panen, harganya melorot.

Ia menceritakan permainan tengkulak yang biasanya datang dari luar daerah. Mereka tak takut untuk mengeluarkan modal besar. Mereka mampu menbanjiri pasar dengan cabai dari luar daerah dengan harga murah.

"Saat pasar cabai di Kotamobagu atau di Manado sedang bagus karena hasil panen dari sini (Modayag) sedikit, para pedagang dari luar luar daerah tersebut berani membawa hasil tanaman tersebut dan membanjiri pasar. Harga pun jatuh," katanya belum lama ini.

Dengan demikian, pasar akan sangat tergantung dengan pedagang besar tersebut. Alhasil, para pedagang di pasar-pasar akan memilih cabai yang ditawarkan pemodal besar tersebut. Akhirnya, pilihan para petani adalah menjual kepada tengkulak yang tak lain pemodal besar itu.
"Dalam hal ini, kami membutuhkan bantuan pemerintah untuk mengatur. Jika panen melimpah, bagaimana caranya agar cabai bisa dipasarkan di luar daerah," kata dia.

Pengusaha tanaman holtikultura dari Kotamobagu, Nayodo Kurniawan mengatakan, pemerintah perlu mengelola tata niaga komoditas tersebut. Ia mengusulkan adanya balai pelelangan.
"Ada harga tawaran terendah yang ditetapkan. Sehingga harga tidak sampai jatuh. Pemerintah daerah juga harus bisa mengatur jika terjadi melimpahnya hasil panen. Harus dipikirkan, bagaimana caranya komoditas hasil petani lokal bisa dipasarkan di luar daerah.

Menurut Nini Friady, petani cabai Kelurahan Kobo Besar, Kotamobagu mengatakan, pemerintah daerah melalui instansi terkait, semisal Dinas Perdagangan harus mengatur harga dengan cara pengaturan distribusi harga cabai.

"Misal, jika cabai kurang di pasaran, maka bisa masuk dari daerah lain tapi sesuai dengan kebutuhan. Bila produksi cabai banyak, maka tidak usah masuk hasil dari daerah lain," kata dia.

Hal tersebut, kata dia, dilakukan di daerah lain seperti di Surabaya, Jawa Timur. Namun hal tersebut perlu koordinasi antar instansi. "Hal tersebut rasanya tidak sulit ketika ada komunikasi," kata dia.
Menurut Herman Tanot (56), Petani cabe kriting asal Airmadidi Bawah, Minut, harga sedang bagus-bagusnya.

Untuk cabai keriting katanya,Rp 30 ribu. Meski tak seperti se tahun silam yang menyentuh angka Rp 70 ribu, petani tetap untung besar. "Sekarang sedang bagus harganya, dua minggu lalu saya cek Rp 30 ribu. Biasanya sih berkisar 10 ribu sampai 20 ribu," ujar Tanot.

Tanot bisa dibilang kehilangan momen saat harga cabe melonjak, masa panen kebunnya masih tiga bulan lagi. Saat panen beberapa waktu lalu harga belum setinggi sekarang ini "Yang lalu sudah panen, ini baru mau mulai lagi. Semoga harga bulan bulan ke depan masih bisa tinggi," tuturnya.

Sulit Didapat, Mahal Pula 
*Petani Kesulitan Pupuk dan Obat Tanaman

PUPUK dan obat-obatan pembasmi hama maupun jamur menjadi kendala bagi para petani cabai. Selain harga, ketersediaannya juga selalu membuat para petani pusing tujuh keliling. Nini Friadi (41) kini lebih memilih pupuk organik daripada pupuk kimia untuk tanaman cabainya. Selain buat tanaman lebih sehat, bahan untuk pembuatan pupuk organik juga mudah didapat.Batang atau sekam padi pun bisa diolah bisa menjadi pupuk organik.

"Masalahnya adalah dampak pemupukan tidak cepat terlihat, berbeda dengan pupuk kimia. Namun beruntung tanaman cabai yang kami tanam adalah cabai hibrida yang juga umur panenya pertamanya lebih cepat," ujar Nini di rumahnya yang lokasinya dekat dengan kebun cabai, Rabu (17/4/2012).

Untuk memilih pupuk kimia, Nini harus pikir-pikir dulu. Pupuk tersebut kini sangat sulit ditemukan. Jika pun ada, harganya jadi selangit. Ambil contoh pupuk urea bersubsidi yang seharusnya berada di kisaran harga Rp 85 ribu, bisa menjadi Rp 120 ribu. Sementara pemupukan untuk cabai harus dilakukan minimal satu minggu sekali pengocoran pupuk.

Kebutuhan utama yang tak kalah mahal adalah obat-obatan untuk pembasmi hama atau jamur. Warga Kelurahan Kobo Besar yang biasa dipanggil Papa Sandi ini mengatakan, kebutuhan obat- obatan untuk 5.000 batang cabai adalah 500 mililiter untuk insektisida dan takaran yang sama untuk fungisida. 

Senada, Lurah Kobo Besar, Asum Makalalag, yang juga bertani cabai, mengatakan, persoalan lainnya adalah harga bibit cabai yang naik. Satu sachet yang berisi 2.000 bibit saat ini harganya antara Rp 125-135 ribu. "Dari 2.000 bibit yang ditanam tidak semuanya jadi. Taruhlah yang jadi 1.800 batang," kata dia.

Tak aneh, jika menanam cabai memerlukan modal yang besar. Nini menghitung, untuk sebatang pohon memerlukan modal hingga Rp 2.250. Angka nominalnya terlihat kecil, namun kalau dikalikan saja dengan menanam 2.000 batang cabai, maka hasilnya Rp 4.5 juta. Apalagi jika menanman lebih banyak lagi. "Agar bisa mencapai keuntungan, maka minimal menanam sampai dua sachet atau 4.000 batang pohon," tambah Nini.

Nini dan Asum sepakat jika permasalahan yang sering mendera para petani kecil adalah masalah permodalan. "Saat mulai menanam, mereka juga harus menyiapkan ajir dan plastik untuk menutupi tanah," tambah Asum.

Hama Pengganggu
Kesulitan yang dihadapi petani yakni hewan pengganggu dan hama. Pertama, biasanya ayam yang gemar memakan buah cabai. "Karena rata-rata petani di kebun memelihara ayam. Solusinya ayam harus dikurung atau  jaga di kebun rica agar ayam tak memakan rica yang segar," ujar Deswel petani asal Desa Esandom, Tombatu Timur.

Persoalan kedua, relatif lebih sukar ditangani karena selain harus rajin mengawasi pertumbuhan rica dan melakukan penyemprotan hama tiap 3 minggu tapi juga harus tekun merawat. "Saat awal tumbuh tapi daunnya keriput dan di bawahnya nampak putih-putih itu sudah harus dicabut karena hama akar sudah pasti mati," tambahnya.

Tingkatkan Jumlah Produksi Lokal
CABAI selalu jadi penentu inflasi di Sulut karena jadi kebutuhan pokok. Hal inilah yang terlontar dari seorang Pengamat Ekonomi dari Universitas Sam Ratulangi Manado, Prof Dr Joyce Lapian MEC. Ia mengatakan,  tak lepas dari budaya kuliner warga Sulut. Masyarakat sangat bergantung pada komoditas satu ini. Cabai bukan pelengkap makanan tapi bahan pokok.

Faktor ketersediaan stok penentunya. Angka permintaan tak sebanding dengan penawaran, yakni ketersediaan barang. Kebutuhan konsumen begitu besar tak bisa diikuti pemenuhan stok.
Hal ini ini tak lepas dari angka produksi cabai di Sulut yang kurang. Faktor lainnya, cuaca, hama dan ketersediaan lahan.

Kemudian masalah distribusi. Kebanyakan pasokan cabai itu dari luar daerah, seperti Gorontalo, Palu, dan Jawa, hal ini tentu akan mempengaruhi harganya, karena semuanya pasti membutuhkan biaya pengiriman. Apalagi saat ini sedang berkembang isu terjadinya kenaikan harga bahan bakar minyak, yang juga memberi pengaruh terhadap harga cabai.

Untuk meminimalisir terjadinya inflasi, harus dimulai dari produsennya yaitu petani, mereka seharusnya melihat sejauh mana permintaan konsumen terhadap cabai, sehingga mereka bisa menyediakannya sesuai dengan kebutuhan konsumen.

Petani juga harus lebih serius dalam menggeluti usaha ini dan menjadikannya sebagai peluang bisnis yang menjanjikan. Petani sebaiknya memperluas lahan pertanian khusus tanaman cabai, karena akan terjadi peningkatan produksi. Sehingga dari pedagang di pasar tradisonal maupun modern, bisa membeli langsung kepada petani di Sulut. Harga jual di pasar juga akan jauh lebih murah.
Dalam hal ini, yang seharusnya bertanggung jawab adalah pemerintah untuk mencari solusi yang terbaik agar kondisinya bisa stabil dan terjadi simbiosis mutualisme. Artinya produsen maupun konsumen sama-sama bisa mendapat keuntungan.

Upaya yang harus dilakukan pemerintah, pertama, menyediakan informasi mengenai tempat pertanian cabai atau sentral produksi cabai, jumlah produksinya, jumlah permintaan dari konsumen, tips-tips penanaman cabai yang benar.

Kedua,  melihat juga dari segi pendistribusiannya. Saat ini pasoakan cabai paling banyak itu dari luar provinsi, yang membutuhkan biaya distribusi yang cukup tinggi. Apalagi kalau ada hambatan selama proses pengiriman, tentunya akan  mempengaruhi harga cabai tersebut.

Ketiga, pemerintah harus menghimbau kepada petani di Sulut agar mereka bisa menanam cabai dalam jumlah yang banyak, harus ada bantuan terkait ketersediaan lahan yang cukup luas yang semuanya ditanam cabai, penyediaan bibit, dan pupuk.

Masyarakat juga perlu melakukan upaya untuk memenuhi kebutuhan cabai, yaitu dengan memanfaatkan pekarangan rumah dengan menanam cabai, agar cabai tetap tersedia yang cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
SUMBER: Tribunmanado, Jumat 20 April 2012.

Komentar

  1. Kominitas petani cabai sulut telah di bentuk, org. Ini bertujuan memaksimalkn produlsi cabai, dan mberdayakam petani,khususnya petani cabai. Tommy, dsp.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAYJEN TNI SONHADJI INGIN MENGAJAR

Menekuni Profesi Dosen Lemhanas Pagi yang cerah, menjadi tanda pembuka sejarah baru bagi Kodam VI Mulawarman. Markas Kodam yang berada di bilangan Jalan Jenderal Sudirman Kota Balikpapan ini kedatangan sosok pria gagah yang digadang-gadangkan menjadi Panglima Kodam Mulawarman yang bakal menggantikan Mayjen TNI Sonhadji.   Menyambut kedatangan calon Pangdam tersebut, sejumlah prajurit dan pegawai negeri sipil di lingkungan Kodam Mulawarman menyelenggarakan seremonial barisan pedang pora dengan iringan musikalitas marching band persembahan Yonzipur 17 Ananta Dharma, Selasa 20 Maret 2018. Calon pangdam yang tiba dimaksud ialah Mayjen TNI S ubiyanto, datang bersama istri ke Kota Balikpapan. Sebelum tiba di Makodam Mulawarman, keduanya telah melakukan ritual tepung tawar di Bandara Udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Balikpapan sebagai makna telah menjadi bagian dari masyarakat Kalimantan Timur.   Dipayungi awan cerah dengan berbalutkan sinar fajar, keramaian di pelatar

WIRAUSAHA MUDA INDONESIA MASIH RENDAH

Wirausaha Muda Indonesia  Masih Rendah FOTO: Pedagang Pasar Taman Kesatuan Bangsa Manado_budisusilo JUMLAH pengusaha muda di Indonesia hanya 0,18 persen dari total penduduk di Tanah Air. Angka itu masih jauh jika dibandingkan dengan Malaysia yang jumlahnya 16 persen dari total populasi penduduk di negeri jiran tersebut. TAK berbeda jauh di Sulawesi Utara (Sulut). Hanya segelintir orang muda yang berani mengadu nasib di sektor usaha. Paramitha Paat misalnya. Setelah selesai kuliah, dia memilih jalankan usaha sendiri. Keputusan tersebut dilakukannya karena dia mengaku tidak suka dengan pekerjaan terikat. "Oleh karena itu, ketika ada teman yang mengajak joint partner saya langsung setuju," ujarnya, Kamis (23/2). Mitha --panggilan akrabnya-- mengatakan, ada keuntungan dan kerugian dalam membuka usaha, namun yang pasti kalau usaha rugi ditanggung sendiri, begitu pula jika untung dinikmati  sendiri. Yang pasti membuka usaha, banyak pelajaran diperolehnya, tidak didapatkan ketika d

DEMI PENGUNGSI NURLELA RELA PUNGUT SAMPAH

Demi Pengungsi Nurlela Rela Pungut Sampah Menjelang sore, cuaca bersahabat. Belasan muda-mudi berkumpul di Kelurahan Danowudu Lingkungan Satu. Remaja yang tergabung dalam Jongfajarklub memanfaatkan waktu ini untuk melaksanakan program Go Green penukaran sampah plastik menjadi uang, untuk serangkaian kegiatan sosial satu di antaranya pengungsi, Sabtu (8/10/2011). Seorang aktivis Jongfajar, Diki Rustam, menuturkan, kegiatan Go Green mengumpulkan sampah-sampah plastik bekas gelas dan botol plastik air mineral. "Kami pungut demi lingkungan bersih," ujarnya kepada Tribun Manado. Teknis kegiatan Go Green yang dilakukan Jongfajar mengumpulkan sampah-sampah di Kota Bitung dan ditampung di Girian Bawah. Sampah dibawa oleh para relawan jongers dari tempat-tempat wilayah rawan sampah. Sudah terkumpul banyak ditukarkan ke bank sampah menjadi uang. "Buat tambahan pembiayaan program pemberantasan buta aksara di masyarakat secara gratis yang kami akan lakukan di warga peng