Langsung ke konten utama

PETANI MAKIN TERJEPIT

Petani Makin Terjepit 
Pupuk Urea Langka
Petani sejumlah daerah di Sulawesi Utara (Sulut) mengeluh kelangkaan pupuk urea bersubsidi. Gara-gara kesulitan mendapatkan pupuk, pernghasilan mereka menurun, bahkan ada yang mengaku mulai rugi.

Kelangkaan pupuk bersubsidi di pasaran dikhawatirkan bisa mengancam target swasembada pangan dari Pemprov Sulut dan sejumlah pemda. Seperti diutarakan perwakilan petani di Kabupaten Mitra. Sudah beberapa bulan terakhir petani kesulitan mendapatkan pupuk. "Sejak Januari sudah langka pupuk urea," ujar Viny Ngantung, penyuluh pertanian di Kecamatan Tombatu Timur.

FOTO: Pedagang sayur-mayur dari hasil kebun petani di Kota Manado_budisusilo
 Kalaupun ditemukan pupuk urea di pasaran, harganya melonjak hampir 50 persen dari harga eceran tertinggi (HET). "Biasanya urea dijual sekitar Rp 80 ribu per 50 kilogram (kg), sekarang Rp 110 ribu atau naiknya hampir separuh," katanya.

Lebih memberatkan para petani tidak dilayani pembelian pupuk urea jika tak disertai dengan pupuk lainnya. "Tidak tahu mungkin kebijakan dari agen tunggal, petani harus membeli pupuk urea satu kali dengan pupuk pelangi jadi harganya sekali beli Rp 135 ribu," keluh Viny.

Lantas apakah pupuk pelangi yang dijual sepaket dengan pupuk urea bisa dikategorikan promosi atau bahkan menguntungkan petani? Masalah lainnya timbul karena pupuk pelangi ini hanya dibiarkan saja dan tak digunakan petani.

"Tak tahu ini pupuk pelangi sedang perkenalan atau bagaimana tapi yang jelas kami tak tahu kualitasnya karena petani tak berani menggunakannya karena terbiasa dengan pupuk urea," tukas Viny.

Di kalangan pengecer pupuk urea haruslah menjual pupuk sesuai HET yang berlaku. Jika menjual di atas harga tersebut maka para petani akan mengeluh.

"Itulah sebabnya para pengecer malas menjual pupuk, karena kalau di atas HET mereka akan dikomplain para petani, namun jika sesuai HET mereka tidak untung," ungkap Kadis Pertanian dan Peternakan (Distarnak) Mitra, B Tinungki kepada Tribun Manado, Kamis kemarin.

Usaha para petani mendapatkan pupuk di pasaran juga tak lepas dari tidak adanya bantuan dari pemerintah terkait pengadaan pupuk urea yang dibutuhkan. Karena saat ini untuk bantuan pemerintah kabupaten masih sebatas pada beberapa jenis pupuk tertentu.

"Bantuan pupuk yang disalurkan lewat dinas melalui Program Bantuan Langsung Pupuk (BLP) adalah pupuk NPK, pupuk organik granular (POG), dan pupuk organik cair (POC), tetapi untuk urea tidak ada bantuan pemerintah, jadi petani yang membutuhkan harus mengusahakan sendiri," tambahnya.

Bantuan pupuk urea yang tersedia saat ini jumlahnya terbatas dan sudah tertata untuk pembagian bantuan pada program Pemkab Mitra.

"Kegiatan di dinas ada pengadaan pupuk urea yang akan disalurkan melalui Bansos tetapi jumlahnya terbatas selain itu juga tertata dana untuk pengadaan urea untuk kegiatan GENTADI Tahun 2012, namun yang masalah memang masalah kelangkaan urea di lapangan," tukasnya. Bagi petani penggarap di Kabupaten Bolmong seperti John Wurara, sekecil apa pun naiknya harga pupuk, tetap terasa berat.

Saat ini dia hanya mendapatkan sekitar 10 persen saja dari total hasil usahanya. "Jika sawah ini menghasil satu ton padi, maka 250 kg itu untuk pemilik lahan. Kemudian hasil tersebut dipotong untuk biaya pengolahan, pupuk, racun hama, penggilingan. Bersihnya saya terima 100 kg saja selama empat bulan," kata John di lahan garapanya, Kamis kemarin.

Dia mengatakan, untuk keperluan penggarapan, seperti pupuk, sistemnya meminjam dulu. John ambil dari tempat penggilingan dan baru dibayar saat panen tiba. Jika harga pupul naik, otomatis biaya penggarapan akan naik.

"Berapa harga 100 kg kalau dijual. Maka seharga itu pula pendapatan saya selama empat bulan itu," kata dia.

Serupa dirasakan petani Desa Ranoyapo, Kecamatan Ranoyapo, Minsel. Mereka mengeluhkan susahnya mendapatkan pupuk urea untuk kebutuhan sawah milik mereka.

"Sudah lama sekali kami kesusahan mendapatkan pupuk urea di sini. Padahal kami sangat butuhkan pupuk itu, sebagai penyuplai nitrogen terhadap padi," kata Welly Liwe, petani setempat, Senin awal pekan.

Ia mengatakan, kalaupun dapat, harganya sudah sangat tinggi dari harga eceran tertinggi (HET) Rp 85 ribu per 50 kg. "Sekarang kalau kami beli pupuk harganya sudah mencapai Rp 135 ribu per 50 kg," jelas dia.

Welly mempertanyakan, kenapa pemerintah hanya membiarkan masalah ini. "Kami masih pertanyakan, kenapa dibiarkan seperti ini terus, yang mengakibatkan kami merugi, seperti sekarang ini, produksi padi dan jagung menurun," ujarnya.

Masalah tersebut makin dirasakan karena harga beras dan jagung tidak stabil malah terjadi penurunan. "Apalagi sekarang harga beras turun, juga jagung dulu Rp 2.500, sekarang Rp 1.700-1.900, sekarang apa lagi yang bisa diandalkan," jelas dia.

Kondisi seperti ini, ia mempertanyakan siapa yang harus bertanggung jawab dengan kelangkaan pupuk seperti saat ini. "Kami minta pemerintah dan distributor pupuk agar jangan merugikan kami petani," ujarnya.

Lexi Suoth (42), petani asal Kecamatan Kakas, Minahasa juga mengeluhkan kesulitan mendapat pupuk tepat waktu. Dia menjelaskan, setiap membutuhkan pupuk, bahan tersebut tidak bisa didapat.

Dia menjelaskan, kejadian itu terjadi selama beberapa bulan terakhir. Dia menjelaskan, kondisi ini bisa berdampak sangat buruk pada usaha pertanian mereka. Dia mengaku harus menunggu sampai beberapa hari, bahkan sampai satu pekan untuk mendapat pupuk.

"Saat ini kami kesulitan mendapat pupuk. Saat saya membutuhkan pupuk, ternyata sangat sulit dicari. Akibatnya tanaman padi saya terlambat dipupuk. Kalau terus terkadi seperti ini usaha pertanian saya bisa gagal," ujarnya.

Selain kesulitan mendapat pupuk, petani juga mengeluhkan kenaikan harga pupuk. Jhon Wowor, petani di Kecamatan Remboken mengeluhkan kenaikan harga pupuk dari Rp 1.600 menjadi Rp 1.800 per kg.

Dia mengatakan, setiap musim tanam dirinya membutuhkan sekitar 500 kg pupuk urea. Artinya saat ini Wowor harus mengeluarkan biaya tambahan sebesar Rp 100.000. Jumlah ini semakin mengurangi penghasilan petani. "Saat ini usaha pertanian banyak terganggu faktor cuaca yang tidak menentu. Jika ditambah biaya pupuk yang semakin mahal, penghasilan kami akan semakin sedikit," ujarnya.


John Tunda Tanam Padi

Usia Bibit Padi Sebulan Lebih
John Wurara terpaksa menunda waktu menanam padi di sawah garapannya di Kelurahan Kotobangon, Kotamobagu. Padahal bibit padi yang disiapkan petani asal Kelurahan Tumobui itu sudah berusia lebih dari satu bulan.

"Seharusnya sudah ditanam beberapa beberapa pekan lalu. Namun lantaran tidak ada pupuk, terpaksa ditunda dulu. Lahan dikasih pupuk dulu sebelum tanam agar padi tumbuhnya bagus," ujar John kepada Tribun Manado sambil menatap lahan garapannya, Kamis (8/3).

Kesulitan mendapatkan pupuk sudah dialami John Wurara sejak tiga bulan lalu dan kini  stok pupuk bahkan kosong sama sekali di tempat dia biasa beli yakni juragan penggilingan. "Bagi petani tentu ini masalah yang berat. Jika pun ada, saya perkirakan harga pupuk sekarang sudah naik," tambah John.

Hal yang sama dialami petani di daerah Dumoga yang dikenal sebagai lumbung padi Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong). Adnan Mokodompit, petani asal Desa Dumara, Kecamatan Dumoga Timur, mengatakan kelangkaan pupuk memang sudah terjadi selama tiga bulan terakhir. "Pupuk yang jarang ada itu urea. Padahal pupuk ini yang paling banyak dicari para petani," kata Adnan.

Ditambahkannya, jika stoknya ada pun langsung habis dibeli  karena tingginya permintaan petani. Harga pupuk ikut melambung. Biasanya, harga satu sak pupuk urea bersubsidi berkisar antara Rp 85 ribu hingga Rp 95 ribu. Saat ini, harganya sudah mencapai Rp 115 ribu. "Bahkan, harganya bisa jauh lebih tinggi lagi," kata Adnan.
Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Bolmong, Channy Wajong yang ditemui kemarin, mengatakan stok pupuk sebenarnya tidak kosong sama sekali. Kelangkaan itu terjadi akibat tersendatnya penditribusian dari Bitung ke gudang distributor di Mongkonae. "Biasanya, pupuk yang masuk ke gudang di Mongkonae sebanyak 160 ton per bulan. Saat ini hanya sekitar 50 ton per bulan," ujar Channy.

Dia mengaku tidak bisa mengintervensi hal tersebut, karena kewenangan Distanak hanya mengawasi penyaluran dari distributor ke kios-kios. Kendala lain, kata Channy, daya serap kios berkurang. "Daya serap kios berkurang lantaran saat ini proses pembelian dengan sistem tertutup. Artinya, uang ada, barang ada. Sebelumnya, kios bisa mengambil pupuk dan pembayaran bisa dilakukan setelahnya," jelasnya.

Menurut Channy, secara umum daya serap pembelian pupuk tidak maksimal. Dia mencontohkan, pada tahun 2011 lalu, dari sekitar 10 ribu ton pupuk, yang terserap hanya 65 hingga 70 persen. "Jadi, sebenarnya pupuk  itu ada," ujarnya.

Penimbunan
Sekretaris Daerah Provinsi (Sekprov) Sulawesi Utara (Sulut), Ir Siswa Rahmat Mokodongan menyatakan, kelangkaan pupuk bersubsidi akhir-akhir ini merupakan efek  dari rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).

"Ini  ada pengaruhnya dari rencana kenaikan BBM. Memang ada pihak yang sengaja agar pupuk langka," kata Mokodongan di Manado, Kamis (8/3). Dia tidak merinci siapa pihak dimaksud.
Menurutnya,  Pemprov Sulut akan meminta keterangan kepada pihak-pihak terkait, yakni PT Pupuk Sriwijaya dan PT Pupuk Kaltim perwakilan Sulut. "Kami akan tanyakan apakah memang seperti itu (ada kelangkaan). Lalu penyalurannya bagaimana, pokoknya akan kita telusuri," jelasnya.

Mokodongan menduga, bukan tidak mungkin terjadi aksi penimbunan dengan tujuan melipatgandakan laba penjualan. Menurutnya, aksi ini bisa dilakukan agen, toko dan pengecer. "Selain minta keterangan ke  distributornya, kita akan gelar sweeping  ke agen, toko dan pengecer. Ada instansi teknis di bidang itu yang menangani," ujarnya. Ia mengimbau masyarakat yang menemukan aksi penimbunan pupuk segera melapor kepada pemerintah. "Pasti ada tindakan," tandasnya.

Menurut catatan Tribun Manado, kelangkaan pupuk sudah menjadi masalah nasional sejak akhir tahun lalu. Petani di berbagai daerah di tanah air seperti di Pulau Jawa, Kalimantan, Sumatra serta wilayah lainnya di Indonesia Timur sudah berulangkali mengeluhkan masalah itu.

Gairahkan Peternakan

KELANGKAAN pupuk di Sulut tidak hanya bersifat lokal. Lebih dari itu, menurut Pengamat Pertanian Soepriyanto, kejadian ini telah terjadi secara nasional. Di beberapa provinsi mengalaminya. Dampak dari kelangkaan pupuk ini dirasakan petani terkhusus dan umumnya konsumen hasil pertanian.

Kelangkaan pupuk seolah bukanlah menjadi momen untuk pembelajaran tetapi jadi budaya yang kejadiannya terus berluang-ulang. Pemerintah tidak mau belajar, selalu berbuat keselahan. Yang menjadi pertanyaan, apakah ini mengganggu, tentu jawabannya menggangu sebab bagaimana tidak petani ingin beraktivitas tidak dapat bercocok tanam terkendala pasokan pupuk.

Karena itu, usulan ke depan pemerintah harus ambil langkah tepat sasaran dengan melakukan gairah berternak agar mampu hasilkan pupuk urea yang berbasiskan pupuk organik. Petani tidak bergantung lagi terhadap pupuk pabrikan. Keuntungan lain selain aman pertanian secara peternakan mamu swasembada daging, tidak perlu lagi mengimpor daging ternak.


Dan sebenarnya gagasan hal tersebut sudah lama dihembuskan ke pemerintah sebagai pemegang kebijakan, namun ternyata tidak dilaksanakan, komitmen di lapangan tidak tampak makanya tidak heran kelemahan pertanian kita masih terjadi.

Melihat kinerja yang ada dari menteri sampai presiden semua sama saja, tidak ada terobosan yang mampu membuat perubahan lebih baik, keadaan sama saja seperti sebelum-sebelumnya. Departemen Pertanian hanya pintar membuat wacana dan rencana tetapi di tingkat lapangan tidak membuahkan hasil yang memuaskan.

Usulkan Kebutuhan

KEPALA Dinas Pertanian Minsel, Decky Keintjem mengatakan, masalah tersebut harus dikoordinasikan bersama dengan BP4K, Dinas Perkebunan, dan Perdagangan. "Ini semua masalah yang kami hadapi, dan bukan cuma satu yang bertanggung jawab," jelas dia.

Ia mengaku tidak mengetahui mengapa pupuk khususnya jenis urea bisa sampai langka di pasaran. "Saya sudah cek ke produsen, mereka bilang ada, tapi kalau tidak sampai di agen, tidak tahu kenapa" jelas dia. Ia menambahkan, Dinas Pertanian hanya sebagai pengguna dan bukan pemanggung jawab. "Kami hanya mengusulkan sebagai pengguna pupuk," kata dia.

Untuk 2012, Dinas Pertanian mengusulkan 1,850 ton pupuk urea ke pusat untul disalurkan. "Itu kami usulkan tiap bulan, berdasarkan hasil survei kebutuhan pupuk petani," kata dia.

Kepala Dinas Perdagangan, Industri dan Koperasi (Disperindagkop) Minsel, Wempie Mononimbar mengatakan, untuk penyaluran pupuk, itu wewenang dari Disperindagkop. "Kami hanya lakukan pemantauan, perdagangan dan penjualan, bukan soal pengadaan, kami hanya terima laporan distribusi dari distributor," kata dia.

Ia menambahkan, khusus Minsel pupuk didistribusikan CV Surya Abadi di Langowan. "Rata-rata setiap bulan mereka distribusikan 220 ton, dan disalurka oleh agen pengecer UD Matahari, UD Immanuel, UD Josi, Kios Usaha Tani, Kios Saptopan, CV Sinar Anugerah, dan UD Anugerah," rincinya.

Ia menambahkan, jika benar ada yang menaikkan harga sepihak, bisa dikenakan sanksi. "Semestinya tidak bisa dinaikkan secara sepihak, kalau kedapatan ada sanksi sesuai aturan," jelasnya.

Kepala Dinas Pertanian Peternakan dan Perkebunan Minahasa, Refly Mambu, mengatakan, kenaikan harga pupuk hanya terjadi pada pupuk urea. Menurutnya, kebijakan kenaikan harga pupuk ini dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah pusat.

"Saat ini memang distribusi pupuk ke daerah sedikit terganggu. Berdasarkan hasil koordinasi dengan pihak suplier pupuk, mereka mengatakan ada gangguan dari kapal yang biasa mengantar pupuk ke Sulut. Namun dalam beberapa pekan kedepan distribusi pupuk akan kembali normal," ujarnya.

Pupuk Kaltim: Pengecer Panik

PEMPROV Sulut langsung menggelar rapat, di Euang WOC Kantor Gubernur Sulut, Kamis (8/3). Rapat ini dipimpin Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Roy Roring dihadiri oleh instansi terkait.

Philipus Wowiling, Dinas Pertanian dan Peternakan Sulut, mengatakan, target yang ditetapkan penyaluran tahun lalu tidak terpenuhi. Kata dia, Distanak memang hanya melihat adanya kelangkaan pupuk, namun apa yang menjadi penyebab sebaiknya dikordinasikan dengan produsen pupuk. "Ada yang bilang Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang belum masuk," kata Wowiling.

Dikatakannya, RDKK ini akan menjadi alat tebus bagi petani untuk mendapatkan pupuk. "Kalau tidak ada RDKK agen tidak akan memberikan pupuk. Nanti agen yang akan disalahkan," ujarnya.

Ditambahkannya, semua kebutuhan pupuk akan dimasukkan dalam RDKK. Kata dia, jika tidak ada RDKK maka bisa saja dituduh menjual pupuk subsidi dengan harga nonsubsidi. "Kalau seperti ini berarti penyimpangan. RDKK itu harga mati," tuturnya.

Menurut Kepala Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluh (Bakorlu) Sulut, FL Kaunang, permasalahan pupuk ini menyangkut hajat hidup orang banyak bukan hanya kelompok tani saja. Kata dia, para petani beras membutuhkan pupuk selama proses tanamnya. "Sudah sejak Januari permasalahan ini kita bahas," ucap Kaunang.

Ia menyarankan, ada baiknya melakukan stok pupuk bersubsidi. Menurutnya, pihak yang akan menjual pupuk bersubsidi ini sudah mengetahui musim tanam. "Kalau seperti ini kan kita sudah tahu jadi permasalahan kekurangan pupuk tidak akan terjadi lagi," tutur mantan Kepala Badan Ketahanan Pangan ini.

Aloysius Windu, Perwakilan PT Pupuk Kaltim, mengatakan, sebetulnya yang terjadi di masyarakat saat ini bukanlah kelangkaan. Karena menurutnya, jika kelangkaan tidak akan ada pupuk bersubsidi yang beredar. "Kami selaku produsen pupuk bersubsidi mengakui memang ini ada keterlambatan kapal pengangkut pupuk bersubsidi," ujar Aloysius.

Keterlambatan ini menurut Aloysius, dikarenakan pihak Pupuk Kaltim mendapatkan kapal yang besar. Kapal yang besar otomatis memperlambat waktu tempuh. "Belum lagi ada kendala cuaca di Bontang," tuturnya.

Selain faktor cuaca, yang menjadi kendala adalah waktu bongkar muat di pelabuhan Bitung. Ia menambahkan, saat ini memang baru masuk 5500 ton pupuk Urea dan NPK Pelangi di pelabuhan Bitung. Kata dia, kapal ini sudah masuk sejak hari Minggu (4/3), namun tidak bisa sandar di pelabuhan Bitung karena masih ada kapal yang bongkar bungkil dan semen. "Kami baru bisa sandar Rabu (7/3), itu pun tak langsung bongkar karena begitu mau buka palka tiba-tiba hujan deras. Baru Kamis (8/3) pagi dibongkar. Sudah ada empat truk yang ke Langowan," jelasnya.

Ia mengatakan, masyarakat mungkin merasa langka karena barang yang tadinya dalam jumlah banyak kini kondisinya terbatas akibat keterlambatan tersebut. "Karena kepanikan pengecer juga sehingga harusnya dijual mereka mungkin menahan stok sampai barang yang terlambat ada," terangnya.

Mengenai pihak yang menjual pupuk subsidi di atas HET, kata Aloysius, harus bekerja sama dengan Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida untuk membuktikannya. "Karena kita harus punya buktinya. Biasanya petani ketika membeli pupuk tidak meminta nota pembelian, dan ketika kita minta untuk bersaksi mereka juga tidak mau," tuturnya.

Mengenai realisasi penggunaan pupuk, ia membenarkan bahwa Sulut tidak mencapai target penggunaan. Tahun 2011, kuota pupuk bersubsidi 29 ribu ton, realisasinya hanya 20.230 ton. "Tahun 2012 ini untuk Urea realisasinya sampai Maret 3887,15 ton, dan NPK Pelangi realisasinya sebesar 623,30 ton," kata Aloysius.

Sementara itu, kelangkaan pupuk di Mitra segera teratasi. Itu dipastikan produsen Pupuk Kaltim di Sulawesi Utara yang dihubungi Tribun Manado via telepon, Kamis kemarin. "Bukan langka cuma kepanikan di pengecer saja karena stok pupuk belum masuk lagi seminggu ini," tegas Windu.

Pria ini menambahkan jika pagi tadi telah masuk sebanyak 5.500 ton pupuk dan juga sudah diberangkatkan ke Langowan, Minahasa yang nantinya juga akan mendistribusikan pupuk sampai ke Mitra. Terkait penjualan pupuk urea yang harus satu paket dengan pupuk pelangi, Windu menampik jika itu merupakan kebijakan yang langsung diterapkan olehnya sebagai produsen Pupuk Kaltim.

"Siapa bilang jual urea harus dengan pupuk pelangi, itu kemauan pengecer saja, tidak mungkin memaksa petani yang ingin beli urea harus dengan pelangi sekalian, itu khan melanggar hak asasi manusia," tuturnya.

Terkait alasan pihak pengecer yang menjual paket urea dan pelangi, Windu tak menampik adanya iming-iming bonus penjualan untuk penjualan tersebut.
"Kalau jual pupuk pelangi memang bonusnya besar jadi mungkin pengecer akhirnya menjual paket urea dan pelangi," tukasnya.

KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI MINAHASA 2012 
* Tanaman Pangan: Urea 2.526 ton; SP-36. 818 ton; NPK 2.494 ton; ZA 25 ton; Organik 248 ton
* Hortikultura: Urea 264 ton; SP-36 23 ton; NPK 129 ton; ZA 3 ton, Organik 138 ton
* Peternakan: Urea 21 ton; SP-36 3 ton; NPK 0; ZA 0; Organik 2 ton
* Perkebunan: Urea 846 ton; SP-36 98 ton; NPK 422 ton; ZA 2 ton; Organik 40 ton
* Budidaya Ikan: Urea 202 ton; SP-36 41 ton; NPK 0; ZA 0; Organik 7 ton
* Total: Urea 3 859 ton; SP-36 983 ton; NPK 3 045 ton; ZA 30 ton; Organik 480 ton

Sumber: Tribunmanado Jumat 9 Maret 2012

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAYJEN TNI SONHADJI INGIN MENGAJAR

Menekuni Profesi Dosen Lemhanas Pagi yang cerah, menjadi tanda pembuka sejarah baru bagi Kodam VI Mulawarman. Markas Kodam yang berada di bilangan Jalan Jenderal Sudirman Kota Balikpapan ini kedatangan sosok pria gagah yang digadang-gadangkan menjadi Panglima Kodam Mulawarman yang bakal menggantikan Mayjen TNI Sonhadji.   Menyambut kedatangan calon Pangdam tersebut, sejumlah prajurit dan pegawai negeri sipil di lingkungan Kodam Mulawarman menyelenggarakan seremonial barisan pedang pora dengan iringan musikalitas marching band persembahan Yonzipur 17 Ananta Dharma, Selasa 20 Maret 2018. Calon pangdam yang tiba dimaksud ialah Mayjen TNI S ubiyanto, datang bersama istri ke Kota Balikpapan. Sebelum tiba di Makodam Mulawarman, keduanya telah melakukan ritual tepung tawar di Bandara Udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Balikpapan sebagai makna telah menjadi bagian dari masyarakat Kalimantan Timur.   Dipayungi awan cerah dengan berbalutkan sinar fajar, keramaian di pelatar

WIRAUSAHA MUDA INDONESIA MASIH RENDAH

Wirausaha Muda Indonesia  Masih Rendah FOTO: Pedagang Pasar Taman Kesatuan Bangsa Manado_budisusilo JUMLAH pengusaha muda di Indonesia hanya 0,18 persen dari total penduduk di Tanah Air. Angka itu masih jauh jika dibandingkan dengan Malaysia yang jumlahnya 16 persen dari total populasi penduduk di negeri jiran tersebut. TAK berbeda jauh di Sulawesi Utara (Sulut). Hanya segelintir orang muda yang berani mengadu nasib di sektor usaha. Paramitha Paat misalnya. Setelah selesai kuliah, dia memilih jalankan usaha sendiri. Keputusan tersebut dilakukannya karena dia mengaku tidak suka dengan pekerjaan terikat. "Oleh karena itu, ketika ada teman yang mengajak joint partner saya langsung setuju," ujarnya, Kamis (23/2). Mitha --panggilan akrabnya-- mengatakan, ada keuntungan dan kerugian dalam membuka usaha, namun yang pasti kalau usaha rugi ditanggung sendiri, begitu pula jika untung dinikmati  sendiri. Yang pasti membuka usaha, banyak pelajaran diperolehnya, tidak didapatkan ketika d

DEMI PENGUNGSI NURLELA RELA PUNGUT SAMPAH

Demi Pengungsi Nurlela Rela Pungut Sampah Menjelang sore, cuaca bersahabat. Belasan muda-mudi berkumpul di Kelurahan Danowudu Lingkungan Satu. Remaja yang tergabung dalam Jongfajarklub memanfaatkan waktu ini untuk melaksanakan program Go Green penukaran sampah plastik menjadi uang, untuk serangkaian kegiatan sosial satu di antaranya pengungsi, Sabtu (8/10/2011). Seorang aktivis Jongfajar, Diki Rustam, menuturkan, kegiatan Go Green mengumpulkan sampah-sampah plastik bekas gelas dan botol plastik air mineral. "Kami pungut demi lingkungan bersih," ujarnya kepada Tribun Manado. Teknis kegiatan Go Green yang dilakukan Jongfajar mengumpulkan sampah-sampah di Kota Bitung dan ditampung di Girian Bawah. Sampah dibawa oleh para relawan jongers dari tempat-tempat wilayah rawan sampah. Sudah terkumpul banyak ditukarkan ke bank sampah menjadi uang. "Buat tambahan pembiayaan program pemberantasan buta aksara di masyarakat secara gratis yang kami akan lakukan di warga peng