Nasi
Bungkus Sampai Rangkap Jabatan
Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia (DKPP RI) selenggarakan
sidang kode etik penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kabupaten
Penajam Paser Utara (PPU). Acara sidang kode etik berlangsung di kantor
Panwaslu Kota Balikpapan.
Sidang kode etik tersebut dipimpin secara langsung oleh
Ketua Majelis Alfitra Salam, yang juga sebagai DKPP RI. Acara berlangsung sejak
pukul 09.00 Wita hingga berakhir pukul 11.00 Wita pada Jumat 11 Mei 2018.
Saat memimpin sidang, Alfitra menyatakan, sidang dipilih
di Kota Balikpapan karena alasan strategis. Rencana awal sidang dilangsungkan
di ibukota Provinsi Kalimantan Timur di Kota Samarinda namun karena yang teradu adalah orang-orang Penajam Paser Utara maka sidang
digelar di Kota Balikpapan.
“Kami pilih di Balikpapan. Lokasinya dekat dengan
Penajam. Supaya mudah, dan tidak memakan banyak waktu,” ujarnya di hadapan
semua para hadirin sidang kode etik.
Sidang kode etik tersebut membahas mengenai dugaan
pelanggaran kampanye, adanya pembagian bingkisan sembako dan nasi bungkus kepada
masyarakat yang dianggap sebagai pemilih dalam pilkada Bupati Penajam Paser
Utara.
Kemudian, paket sembako dan nasi bungkus yang berisi
stiker kandidat pilkada ini diduga berasal dari salah satu pasangan peserta pilkada. Dugaannya berasal dari tim pasangan calon bupati nomor urut tiga
bernama Abdul Gafur Mas’ud (AGM) dan wakilnya Hamdam.
Selain itu, agenda sidang itu juga membahas mengenai
dugaan rangkap jabatan si Wahidin Alaudin yang sekarang ini menjabat sebagai
Kepala Sekretariat Panwaslu Penajam Paser Utara dan pegawai negeri sipil di
Dinas Perizinan Penajam.
Sebagai pengadu, dihadirkan Rokhman Wahyudi sebagai ketua
tim advokasi pasangan nomor urut dua cabup Andi Harahap dan Fadly Imawan.
Tidak ketinggalan juga dihadirkan Ketua Panawas Penajam
Paser Utara, Daud Yusuf sebagai terlapor yang mengenakan kemeja corak batik
coklat dan berkopiah hitam.
Persidangan kode etik tersebut dijaga ketat oleh aparat
kepolisan dari Polres Balikpapan. Pintu gerbang masuk ke sekretariat Panwaslu
Balikpapan pun ditutup, dijaga ketat aparat kepolisian. Hari biasanya, saat
tidak ada sidang ini, pintu gerbang selalu terbuka.
Nasi Bungkus Stiker
Sidang kode etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu
Republik Indonesia (DKPP RI) di Panwas Balikpapan membahas adanya dugaan politik
uang dari paslon Bupati Penajam Paser Utara pasangan nomor tiga AGM-Hamdam
dengan membagikan paket sembako dan nasi bungkus.
Sebagai pelapor, Rokhman Wahyudi Ketua Tim Advokasi
Pasangan Nomor Urut Dua Cabup Andi Harahap dan Fadly Imawan, menjelaskan,
kegiatan kampanye pemilihan Bupati Penajam ada kejanggalan yang dilakukan oleh
salah satu paslon.
Dia memiliki fakta dan data, paslon nomor urut tiga,
Abdul Gofur Mas’ud-Hamdam diduga membagi-bagikan paket sembako dan nasi bungkus
yang berisi stiker ajakan untuk memilih paslon tiga.
“Kami laporkan ke Panwaslu. Yang bagi nasi bungkus
diproses hingga bisa naik sampai tingkat penyidikan, di kepolisian,” ujarnya
usai ikuti persidangan DKPP di Panwas Balikpapan pada Jumat 11 Mei 2018 pagi
Ia merasa bingung, yang dilaporkan melakukan pelanggaran
adalah seorang perempuan namun yang menjadi tersangka seorang lelaki. Yang
dilaporkan seorang wanita dalam hal ini istri cabup tetapi yang ditetapkan jadi
tersangka si pria yang tidak ada sangkut pautnya.
“Saya menduga ada konspirasi jahat. Yang dilaporkan si Hj
Risna yang disangkakan tapi kenapa jadi si Junaidi. Padahal si Junaidi itu,
kami tidak pernah laporkan,” ujarnya.
Dia meyakini, tersangka atas nama Junaidi ini bukan
dalang utama. Junaidi hanya dijadikan kambing hitam, sebagi tumbal penanggung
dosa kesalahan.
“Bukan Junaidi yang membawa mobil. Kami punya data dan fakta Junaidi tidak bisa membawa mobil. Yang membawa mobil itu perempuan. Menurut kami orang yang tidak salah kemudian dipersalahakan itu namanya kejahatan Hak Asasi Manusia,” kata Rokhman.
“Bukan Junaidi yang membawa mobil. Kami punya data dan fakta Junaidi tidak bisa membawa mobil. Yang membawa mobil itu perempuan. Menurut kami orang yang tidak salah kemudian dipersalahakan itu namanya kejahatan Hak Asasi Manusia,” kata Rokhman.
Menurut dia, Panwas Penajam telah melakukan proses
penyelidikan, kemudian naik menjadi penyidikan di tingkat kepolisian namun
diubah di kepolisian.
Dalam Berita Acara Perkara yang dilaporkan seorang perempuan tapi kemudian yang tersangka laki-laki. “Ini yang sangat berbahaya. Yang membagi-bagikan itu ada hubungan keluarga dengan paslon nomor tiga,” tegas Rokhman.
Dalam Berita Acara Perkara yang dilaporkan seorang perempuan tapi kemudian yang tersangka laki-laki. “Ini yang sangat berbahaya. Yang membagi-bagikan itu ada hubungan keluarga dengan paslon nomor tiga,” tegas Rokhman.
Seandainya nasi bungkus dan sembako itu dianggap zakat
pastinya tidak pantas di saat sedang momen kampanye Pilbup. Apalagi yang diduga
memberi itu masih ada kedekatan sebagai hubungan keluarga dari kontestan Pilbup pasangan nomor tiga.
“Tidak pantas ini lagi momen Pilkada. Kalau mau berzakat
di Baznas saja. Di Baznas bisa ikhlas,” ujarnya.
Panwas dan aparat penegak hukum harusnya tegas, berani
melakukan penegakan hukum, mampu ciptakan keadilan bagi seluruh masyarakat. Jika ada pembiaran, keadilan bakal runtuh maka nantinya akan mencoreng jalannya demokrasi di Penajam Paser Utara.
“Kalau tidak ada ketagasan akan jadi benturan. Kalau
tidak tegas dari Panwas dan kepolisian pasti akan muncul keributan di tengah masyarakat. Ini yang harus kita hindari,” kata Rokhman.
Dia pun mengusulkan, kalau pun ingin ada pembagian zakat
seharusnya dibuat semacam konsensus, dibiki kesepakatan bersama semua paslon dalam memberi zakat itu semestinya di Baznas atau lembaga zakat resmi lainnya.
“Buat konsensus untuk semua paslon. Contohnya kalau mau berzakat mesti
di Baznas. Seandainya membagi zakat di luar Baznas berarti persepsinya bisa
dikatakan sebagai politik uang,” ungkap Rokhman.
Di tempat yang sama, Ketua Panwas PPU, Daud Yusuf,
menjelaskan, mungkin ada yang tidak puas makanya ada yang membawa ke DKPP RI
terkait bahasan mengenai dugaan pembagian sembako dan nasi bungkus yang berisi
stiker anjuran memilih paslon tertentu.
“Semua sudah kita tindaklanjuti. Kita bahas diproses sesuai aturan. Kita sudah sampaikan
aduan mereka. Kalau ada yang bilang tidak diproses aduan mereka itu bukan sesuatu yang tidak benar,” tegasnya.
Soal laporan dugaan pembagian sembako dan nasi bungkus
yang berhasil naik ke tahap penyidikan itu hanya yang dugaan pembagian nasi
bungkus dari paslon nomor tiga.
“Soal yang pembagian sembako kenapa tidka bisa dinaikkan
ke penyidikan itu karena tidak memenuhi unsur. Kami sudah lakukan klarifikasi,
lakukan pembahasan, lakukan kajian, meminta pendapat para pakar. Ternyata yang
memenuhi unsur itu untuk dinaikkan ke penyidikan (kepolisian) hanya yang nasi
bungkus,” ungkapnya.
Menurut dia, tugas Panwaslu Penajam Paser Utara sudah
sesuai prosedur dan aturan yang berlaku. Soal yang berhak menetapkan sebagai
tersangka dalam kasus politik uang bukan ranahnya Panwaslu.
“Kami hanya sebatas bisa sampai penyelidikan saja. Yang
tetapkan siapa nanti jadi tersangkanya bukan ranah kami (Panwas),” tegas Daud.
Persidangan DKPP persoalan pembagian sembako dan nasi
bungkus tersebut berlangsung sekitar tiga jam, dimulai dari pukul 09.00 Wita
sampai pukul 11.00 Wita. Persidangan berjalan tertib dan lancar, dikawal dari
aparat kepolisian Polres Balikpapan.
Menanggapi hasil sidang, Ketua Majelis DKPP Sidang Kode
Etik, Alfitra Salam, menjelaskan, pihaknya akan memproses atas laporan dari
pengadu dan yang teradu. Bahasan mengenai dugaan pembagian sembako dan nasi
bungkus akan diproses.
“Kami dari DKPP akan menganalisa fakta yang disampaikan
pengadu dan teradu dalam 10 hari ini kami akan lakukan rapat pleno," ujarnya.
Hasil putusan itu tergantung rapat pleno. "Kemungkinan paling lama dalam 40 hari ke depan sudah ada putusannya. Sanksi terberat akan diberhentikan. Sanksi yang paling ringan diberi peringatan saja,” tegasnya.
Kalau pun nanti ternyata ditemukan adanya fakta baru, ada data baru maka tentu saja akan digelar kembali sidang tahap kedua. Mendalami dan mengkaji atas temuan fakta baru.
Hasil putusan itu tergantung rapat pleno. "Kemungkinan paling lama dalam 40 hari ke depan sudah ada putusannya. Sanksi terberat akan diberhentikan. Sanksi yang paling ringan diberi peringatan saja,” tegasnya.
Kalau pun nanti ternyata ditemukan adanya fakta baru, ada data baru maka tentu saja akan digelar kembali sidang tahap kedua. Mendalami dan mengkaji atas temuan fakta baru.
Rangkap
Jabatan Dipermasalahkan
Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Penajam
Paser Utara (PPU) tidak memiliki wewenang untuk memilih Kepala Sekretariat
Panwaslu yang sekarang dipersoalkan karena orang yang menjabat dianggap ganda,
memiliki dua jabatan.
Hal ini disampaikan Ketua Panwas PPU, Daud Yusuf, saat
dalam sidang Kode Etik Penyelenggara Pemilu yang diselenggarakan oleh Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia di kantor Panwaslu
Balikpapan pada Jumat 11 Mei 2018.
Ia menjelaskan, persoalan rangkap jabatan atas nama Wahidin
Alaudin yang kini menjabat sebagai Kepala Sekretariat Panwaslu PPU dan sebagai
pegawai negeri sipil di Pemkab PPU, bukan pilihan Panwaslu.
“Ranah yang memilih bukan kami. Dia dipilih atas rekomendasi
dari pemerintah daerah. Diusulkan ke Bawaslu Provinsi. Lalu di kirim ke kami. Kami (Panwaslu PPU) hanya terima saja,” katanya.
Menurut dia, rangkap jabatan Kepala Sekretariat Panwaslu
PPU semestinya tidak diteruskan. Sebaiknya Wahidin memilih salah satu jabatan, tidak semestinya melakoni sampai dua jabatan sekaligus.
Sebab adanya rangkap jabatan itu tentu saja akan berimbas, kinerjanya tidak akan maksimal, dirinya akan kesulitan dalam menjalankan tanggungjawab sebagai pegawai di dinas Pemkab dan Panwaslu Penajam Paser Utara.
Sebab adanya rangkap jabatan itu tentu saja akan berimbas, kinerjanya tidak akan maksimal, dirinya akan kesulitan dalam menjalankan tanggungjawab sebagai pegawai di dinas Pemkab dan Panwaslu Penajam Paser Utara.
“Di satu sisi repot. Harusnya memang dipilih salah satu.
Kalau mau yang panwas silakan. Yang di pemkab juga tidak masalah. Diserahkan ke
Pak Wahidin. Idealnya pilih salah satu supaya bisa fokus,” tuturnya.

Kemudian, Ketua Majelis Pimpinan sidang kode etik,
bertanya kepada Wahidin yang kebetulan hadir juga dalam persidangan soal rangkap jabatannya.
Pertanyaan Ketua Majelis langsung dijawab Wahidin, memang benar dirinya aktif di Panwaslu dan juga aktif sebagai pegawai negeri di lingkungan Pemkab Penajam.
Pertanyaan Ketua Majelis langsung dijawab Wahidin, memang benar dirinya aktif di Panwaslu dan juga aktif sebagai pegawai negeri di lingkungan Pemkab Penajam.
“Gaji pokok saya ada di PNS Pemkab. Kalau di Panwas
status saya hanya honor saja. Di Panwas saya hanya diberi Rp 3 juta per bulan,”
ungkapnya.
Senada dengan Rokhman Wahyudi Ketua Tim Advokasi Pasangan
Nomor Urut Dua Cabup PPU, sebagai pengadu, ungkapkan, Wahidin Kepala
Sekretariat Panwaslu PPU itu menyalahi prosedur rekrutmen sebagai pimpinan di
tubuh panwas.
Disebutkan dalam persyaratan pendidikan terkahir itu
berasal dari sarjana ilmu sosial, hukum dan ekonomi. Namun fakta yang terjadi,
Wahidin berlatar belakang lulusan sarjana ilmu pengetahuan alam.
“Si Wahidin itu strata satu sarjana pertanian dan strata
dua lulusan dari jurusan teknik. Kan tidak nyambung. Kenapa bisa dipilih bisa
diloloskan,” tutur Rokhman.
Selain itu, Wahidin juga terbentur Peraturan Pengawas
Pemilu Nomor 6 Tahun 2008 dalam Bab II yang disebutkan, Kepala Sekretariat
syaratnya tidak sedang menduduki jabatan struktural atau fungsional. “Ada
aturannya, isi aturannya jelas,” tegasnya.
Saat ditanya Ketua Majelis soal kesanggupan menjalankan
amanah, Wahidin, menegaskan, tidak ada persoalan. Selama ini dirinya merasa
mampu menjalankan tugas di masing-masing area kerja tersebut.
Dirinya menganggap, rangkap jabatan yang dijalaninya
masih bisa jalankan secara normal. Berperan sebagai pegawai negeri sipil di Pemkab Penajam dan Kepala Sekretariat Panwas masih langgeng bisa tunaikan tugas keduanya.
“Tidak ada masalah. Saya masih bisa bagi waktu. Semua
saya bisa kerjakan, tidak ada yang tidak bisa saya kerjakan,” ujarnya.
Usai sidang, Ketua Majelis DKPP Sidang Kode Etik, Alfitra
Salam, menjelaskan, pihaknya akan memproses atas laporan dari pengadu dan yang
teradu. Bahasan mengenai dugaan pembagian sembako dan nasi bungkus akan diproses.
“Kami dari DKPP akan menganalisa fakta yang disampaikan
pengadu dan teradu dalam 10 hari ini kami akan lakukan rapat pleno. Hasil
putusan itu tergantung rapat pleno. Kemungkinan paling lama dalam 40 hari ke
depan sudah ada putusannya. Sanksi terberat akan diberhentikan. Sanksi yang
paling ringan diberi peringatan saja,” ungkapnya. (ilo)
Komentar
Posting Komentar