Langsung ke konten utama

MENAKAR PEMBATASAN HOTEL BALIKPAPAN


Situasi Okupansi Sulit

Organisasi Persatuan Hotel dan Restoran Republik Indonesia (PHRI) wilayah Kota Balikpapan sangat merespon positif atas bergulirnya wacana pemerintah kota akan membatasi pendirian izin perhotelan yang ada di Balikpapan.

Penerapan pembatasan bisa segera dilakukan melalui surat keputusan atau mengganti peraturan daerahnya. Hal ini diungkapkan, Ketua PHRI Balikpapan, Sahmal Ruhip saat bersua dengan Tribunkaltim melalui sambungan telepon selulernya pada Minggu 20 Mei 2018 siang.

Pria kelahiran Palembang ini menyatakan, wacana pembatasan pendirian hotel di Balikpapan sudah bergulir lama. Beberapa tahun yang lalu, juga pernah diusulkan oleh PHRI namun sampai sekarang belum terlaksana.   

Dia menilai, kondisi keuntungan perhotelan di Balikpapan selama ini belum maksimal. Mencari keuntungan dianggap masih sulit. Terhitung sejak tahun 2016 hingga sekarang, keuntungan hotel selalu terjadi siklus minus.

 
“Kami setuju saja itu. Setiap tahunnya saja kami terus saja berkurang. Tidak seperti di periode masa silam. Sekarang ekonomi lagi lesu, okupansi sedang turun terus,” ujar Sahmal.

Fakta yang terjadi di Kota Balikpapan, konsep pariwisatanya belum ada arah yang jelas. Berbeda dengan kota lain seperti di antaranya Bandung, Yogyakarta, Bali, Manado, arah wisatanya fokus dan pengemasannya jelas.

Saat sektor wisata suatu kota tidak menarik, tentu saja daerah akan sepi kunjungan. Perhotelan bisa hidup, andaikata wisatanya mencolok digandurungi banyak orang.

Sementara hotel yang ada di Balikpapan hanya fungsi sekedar tempat menginap semata untuk urusan pekerjaan. “Yang datang ke Balikpapan kalau hanya untuk wisata saya kira persentasenya tidak bagus,” ujar Sahmal, yang merupakan pemilik Hotel Djang Djaya 2. 

Kalaupun ada yang datang berwisata ke Balikpapan paling hanya sedikit sekali, masih sangat kurang, nilainya masih buruk, rapor merah. 

“Punya uang orang sekarang banyak berpikir, cari yang tepat. Punya uang orang lebih baik ke tempat wisata yang benar-benar jelas, banyak spot bagusnya, seperti Bali atau Yogyakarta” katanya.

Sekarang kondisi ekonomi Balikpapan sedang dalam laju melambat, tentu saja berkurang secara okupansi. Banyak perusahaan di Balikpapan tutup, pengurangan karyawan pun terjadi secara besar, akibatnya hotel terkena imbas. Berbeda jika dunia wisatanya keren pastinya sangat tidak berpengaruh.

“Makanya nanti kami (PHRI Balikpapan) sehabis lebaran akan lakukan pertemuan dengan pemerintah kota, akan bahas soal konsep wisata Balikpapan seperti apa maunya. Muaranya harus jelas dan tepat sasaran. Sekarang tidak jelas,” tegasnya.

Namun tambahnya, situasi yang sedang sulit sekarang ini rasanya juga akan berpikir untuk mendirikan hotel baru lagi. Pengusaha hotel memiliki analisis tersendiri. 

Jadi walaupun pemerintah tidak memperketat pendirian hotel, pasti pengusaha juga tidak akan mau membangunnya kalau peluang ekonominya sedang tidak menggembirakan.

Terlebih lagi sekarang ini dunia perbankan, termasuk kebijakan Bank Indonesia, memberikan peringatan waspada bagi pelaku usaha pehotelan. 

Kegiatan investasi hotel yang dibiayai dari perbankan untuk sementara tidak diperbolehkan. Rasanya sangat sulit meminjam permodalan untuk membangun industri perhotelan.

“Yang mau bangun, atau merenovasi hotel tidak bisa meminjam uang ke perbankan. Masih sementara tidak dikasih. Bank melihat situasinya sedang belum bagus. Banyak hotel yang menurun pendapatannya,” katanya. 

Karena itu, dia mengimbau, pemerintah tidak perlu untuk bersusah payah melakukan pembatasan pendirian hotel baru di Balikpapan. 

Naluri alamiah, pengusaha akan berpikir panjang untuk membuat hotel di saat situasi sedang terpuruk. “Hanya orang sinting saja yang mau buat hotel baru di Balikpapan untuk sekarang ini,” ujarnnya.

Keberadaan hotel yang baru saja diresmikan beberapa hari yang lalu itu karena si pengusaha itu sudah membuat konsep dan direncanakan sejak sekian lama, sekitar 10 tahun yang lalu, makanya berani mendirikan hotel di Balikpapan.

“Mau pinjam modal buat membangun hotel kepada bank juga masih susah. Kecuali memakai uang sendiri, baru bisa lakukan dirikan hotel. Tapi mau buat hotel di era sekarang, sepertinya belum momen yang tepat,” tutur Sahmal.

Pemerintah kota bakal mengkaji pertumbuhan jumlah perhotelan yang ada di kawasan Kota Balikpapan. Rencananya keberadaan hotel yang sekarang sudah eksis masih dikatakan cukup.

Ke depan, pemkot mengusulkan, perlu ada kajian untuk pembatasan, mengingat geliat industri perhotelan sedang dalam kondisi yang belum menguntungkan karena dipengaruhi faktor lesunya ekonomi daerah.

Belum lama ini, Kepala Bagian Ekonomi Pemkot Balikpapan, Arzaedi Rachman, menyatakan, hasil kajian pembatasan pemberian izin pendirian hotel di Balikpapan akan menjadi acuan pemerintah kota dalam mengeluarkan izin usaha perhotelan. 

“Apa kita harus menambah hotel atau memberhentikan, belum tahu, masih perlu dikaji lagi kan,” ungkapnya.

Usulan mengenai kajian pengadaan perhotelan di Balikpapan tujuan utamanya untuk mencari keseimbangan dalam usaha perhotelan. Apalagi sekarang ini menurut pengamatannya, keberadaan hotel di Balikpapan dinilai sudah sangat mencukupi.

“Salah satunya melihat dari persaingan dunia usaha perhotelan, jangan sampai berakibat tidak terkendali, nanti merugikan bisnis perhotelan itu sendiri,” ungkapnya.

Nantinya saat ada kajian itu dan kemudian diterapkan, akan melihat bagaimana sepak terjangnya. Seandainya memberikan pengaruh baik, membawa progres tentu saja menjadi angin segar bagi kalangan industri perhotelan.

“Dikendalikan supaya bisnis perhotelan tumbuh profitnya bagus. Hotel di Balikpapan pertumbuhannya sekian (bisa dilihat perbandingannya),” ujarnya.

Acuannya nanti bisa dilihat dalam jangka waktu 5 sampai 10 tahun ke depan. Pemkot bisa mengacu dalam pemberian izin dengan melihat laju gerak keuntungan perhotelan Balikpapan.

Kebijakan yang diambil dalam memberikan izin nanti berpatokan pada pembatasan pendirian izin hotel, semua bisa dipelajari. Seandainya terdorong mengalami keuntungan yang bombastis pastinya kajian ini dinyatakan tepat sasaran.

Sebaliknya, kebutuhan hotel berkurang pastinya keran izin pendirian hotel bisa dibuka kembali secara luas. “Jangan sampai pertumbuhan hotel tidak terkendali, tapi banyak yang mengeluh minim pendapatan,” katanya.

Pemerintah kota merasa terpanggil untuk peduli pada keberadaan perhotelan di Balikpapan, mengingat sektor ini sebagai tulang punggung Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang paling potensial.

“Pajak dari hotel dan restoran jadi primadona bagi PAD kita. Yang kita lakukan untuk menjaganya, melindunginya,” tegasnya.

Buat Peraturan Guest House !
Terpisah, pendapat berbeda dari General Manager Hotel Hakaya Balikpapan, Widy Ariyanto, menjelaskan, rencana pembatasan pendirian hotel yang akan dilakukan Pemkot Balikpapan dinilai kurang tepat.

Seharunya yang perlu dilakukan Pemkot Balikpapan ialah membuat aturan secara yuridis mengenai penertiban keberadaan guest house yang sekarang tumbuh marak. Pendirian guest house juga tidak terkendali tidak ada aturan yang jelas.

“Hotel dibatasi nanti orang pasti akan berpikir mengalihkannya ke pendirian guest house. Sama saja, bukan selamatkan hotel itu namanya,” katanya kepada Tribunkaltim di sela-sela acara buka puasa bersama di Hotel Hakaya Balikpapan pada Sabtu 19 Mei 2018 sore.


Seandainya nanti ada pembatasan izin mendirikan hotel, para pengusaha akan berpikir untuk membuat produk jasa penginapan berupa guest house karena dianggap mudah dan tidak ada aturan yang berbelit.

Ia menjelaskan, keberadaan guest house yang tidak terkendali tanpa aturan menjadi satu di antara sosok dalang penurunan pendapatan bagi perhotelan. 

Situasi ekonomi daerah memang sedang memburuk, tapi keberadaan guest house juga semakin membuat terpuruk.

Harga antara hotel berbintang dengan guest house tidak jauh berbeda. Apalagi tipe konsumen sekarang ini banyak yang memilih produk yang murah meriah dan efektif penggunaan produknya.

“Ekonomi sedang lesu, ditambah lagi ada gues house banyak. Kasihan hotel-hotel yang berbintang tiga, terkena dampaknya, penurunan pendapatan. Buat kami para hotel sangat terpukul adanya guest house yang muncul dimana-mana,” ujarnya.

Secara segementasi pasar, guest house itu sebenarnya hanya dikhususkan untuk para karyawan sebuah perusahaan yang terikat dan formal. Gues house tidak pas untuk mengambil konsumen dari pasar umum.

Keberadaan guest house yang muncul sekarang ini juga tumbuh di tengah-tengah kota, bukan di pedalaman atau pelosok kota dan perkampungan.

“Harus ada regulasinya buat guest house atau home stay. Kami jual harga Rp 300 ribu per kamarnya, mereka (guest house) juga sama. Pasar kami kehilangan. Harus diatur juga. Kecuali nanti pasar sudah bagus, butuh banyak penginapan, barulah diperbolehkan,” kata Widy.[1] (ilo)  



[1] Tribunkaltim.co “PHRI Balikpapan Menakar Pembatasan Industri Hotel Saat Okupansi Sulit,” terbit Minggu 20 Mei 2018.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BATAL BELI RUMAH BDS III KARENA KECEWA

  Properti Forest Hills Bukit Damai Sentosa 3 Mencari hunian di Kota Balikpapan Kalimantan Timur bisa dibilang susah susah gampang. Seandainya memiliki modal uang banyak, sangat mudah mencari hunian idaman sesuai yang didambakan. Namun kalau uang pas, pasti akan mencari keliling setengah mati. Harga properti di Kota Balikpapan bisa dibilang termahal dibandingkan dengan di daerah seperti Sulawesi Utara dan tanah jawa. Waktu itu, sempat mendatangi Bank Tabungan Negara (BTN) cabang Karang Jati di Jalan Ahmad Yani Kota Balikpapan. Mendatangi kantor ini bertemu Kepala Cabang BTN, Oktavianus. Saya ingat pertemuan sekitar awal Agustus 2017 siang. Dimulai dari orang inilah, saya diperkenalkan produk properti bernama Cluster Forest Hills Bukit Damai Sentosa (BDS) III yang membawa slogan hunian nyaman di tengah Kota Balikpapan. Berbekal brosur, Oktavianus mengenalkan kredit rumah yang menggunakan BPJS Ketenagakerjaan. Harga rumah Rp 300 jutaan, memakai BPJS Ketenagaker...

WIRAUSAHA MUDA INDONESIA MASIH RENDAH

Wirausaha Muda Indonesia  Masih Rendah FOTO: Pedagang Pasar Taman Kesatuan Bangsa Manado_budisusilo JUMLAH pengusaha muda di Indonesia hanya 0,18 persen dari total penduduk di Tanah Air. Angka itu masih jauh jika dibandingkan dengan Malaysia yang jumlahnya 16 persen dari total populasi penduduk di negeri jiran tersebut. TAK berbeda jauh di Sulawesi Utara (Sulut). Hanya segelintir orang muda yang berani mengadu nasib di sektor usaha. Paramitha Paat misalnya. Setelah selesai kuliah, dia memilih jalankan usaha sendiri. Keputusan tersebut dilakukannya karena dia mengaku tidak suka dengan pekerjaan terikat. "Oleh karena itu, ketika ada teman yang mengajak joint partner saya langsung setuju," ujarnya, Kamis (23/2). Mitha --panggilan akrabnya-- mengatakan, ada keuntungan dan kerugian dalam membuka usaha, namun yang pasti kalau usaha rugi ditanggung sendiri, begitu pula jika untung dinikmati  sendiri. Yang pasti membuka usaha, banyak pelajaran diperolehnya, tidak didapatkan ketika d...

GUEST HOUSE VERSUS HOTEL

Guest House Mengancam Bisnis Hotel Menjamurnya guest house diberbagai tempat pusat perkotaan Balikpapan dianggap sebagai ancaman bisnis perhotelan non bintang dan berbintang. Keberadaan Guest House yang berdiri di Kota Balikpapan ubahnya menawarkan jasa penginapan layaknya perhotelan. Saat dikonfirmasi, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia Yulidar Gani, mengatakan, eksistensi Guest House di Balikpapan tidak ubahnya mirip dengan operasional yang dijalankan oleh perhotelan. Segi pelayanan dan operasional mirip dengan hotel. “Menerapkan tarif harian, bukan lagi bulanan. Fasilitas mungkin standar tetapi pelayanannya bisa dikatakan hampir mirip dengan hotel. Ini berdampak buat kami pelaku usaha hotel, okupansi tambah menurun di saat situasi ekonomi masih minus,” ujarnya pada Jumat 16 Maret 2018, melalui sambungan telepon seluler. Dia menegaskan, posisi guest house itu seharusnya tidak menerapkan harian. Segementasi pasarnya pun jelas, hanya dikhususkan bagi k...