Langsung ke konten utama

KOK BAWA HIU KA JAKARTA

Bupati Ku Gantenk 
Kok Bawa Hiu Ka Jakarta

Belakangan hari ini, diramaikan berita pemindahan hiu paus dari Berau ke Kota Jakarta, tempat wisata Ancol. Bagi kalangan pecinta satwa tidak rela biota lautnya yang ada di Kabupaten Berau dipindahkan ke Ancol sebagai wahana hiburan para pelancong. 

Namun realitanya, Pemerintah Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur turut mendukung, sudah merasa afdhol untuk merestuinya melalui proses pendandatanganan Memorandum of Understanding.

Saya sebagai warga Balikpapan tidak tahu banyak hal soal ini. Jarak antara Berau dan Balikpapan sembilan jam lebih. Sekali lagi dipertegas, saya sebagai warga Balikpapan, tidak tahu persis persoalan ini secara mendalam. 

Waktu mendengar dan membaca informasi ini, sempat mengelus dada bercampur bingung lingung sambil terucap kata “Sungguh ironis !”

Muncul pertanyaan, kenapa tidak wisatawannya saja yang datang melancong ke Kabupaten Berau. Kenapa harus satwanya yang dibawa pergi ke ibukota Indonesia, ke Ancol Jakarta.



Logikanya, ada manusia telah lama bertempat tinggal di suatu perkampungan, lalu tiba-tiba digeser secara sengaja untuk pindah tempat, ke lokasi baru yang belum tentu cocok atau bisa jadi sebaliknya memperoleh rasa yang jauh lebih asyik.

Tetapi jelas, buat satwa, alam laut liar itu tempat yang paling sempurna dan nyaman. Sedangkan di Ancol Jakarta merupakan tempat wahana buatan kreasi manusia, bukan natural alam.

Mungkinkah para fauna seperti di antarnya hiu paus, ikan pari manta, ubur-ubur Kakaban bisa merasakan kenikmatan hidup di tempat yang baru ? 

Sayangnya, saya bukan Nabi Sulaiman yang paham dengan perasaan dan bahasa binatang. Informasi cara pemindahan satwa air dari Berau ke Jakarta juga belum tahu seperti apa ? Entah menyiksa atau tidak.



Tebak-tebakan saya, mudah-mudahan salah, pengirman fauna air Berau ke Jakarta untuk dieksploitasi untuk mencari keuntungan ekonomi sebanyak-banyaknya bagi Kabupaten Berau yang selama ini dikenal mengandalkan sektor pertambangan batu bara dan wisata alam.

Celakanya lagi, mudah-mudahan saya salah, jikalau nanti Kabupaten Berau yang sejahterah, pendapatan asli daerah meningkat, paling yang dianggap berjasa ialah si bupatinya. Bukan satwanya.

Seandainya Berau benar-benar berubah menjadi kaya raya, memiliki banyak uang nanti yang dianggap pahlawannya bisa jadi si bupatinya. Bisa jadi lagi, nanti foto-foto bupati dipajang diberbagai tempat sebagai sosok junjungan. Foto sang presiden Republik Indonesia bisa kalah pamor.

Takutnya lagi, nanti dibuat juga patung-patung besar dan tinggi mirip fenomena pejabat di negara seperti Korea Utara. Patungnya dibuat gagah karena dianggap sebagai sosok kesatria pembawa perubahan yang cemerlang, pembawa kebangkitan ekonomi daerah Berau. 

Lalu ada juga yang saya khawatirkan, semoga saja salah, bakal ada yang memberikan nama-nama jalan di Berau dengan memakai nama si bupatinya, karena itu tadi sudah dianggap sebagai super hero sakti mandraguna.

Coba perhatikan kalau jalan-jalan di kawasan Kabupatan Berau nggak ada sebutan jalan yang memakai nama sang penghuni bahari seperti Jalan Hiu Paus, Jalan Penyu Hijau, Jalan Terumbu Karang, Jalan Bintang Laut, Jalan Spong Bob, atau Jalan Mr Creb. Susah, saya belum temukan.

Kasihan juga si satwa yang banting tulang cari uang, ironisnya dilupakan, ditenggelamkan, dianggap seperti diperlakukan bak anak tiri. 

Simbol kemajuan Berau berupa panggung kehormatan dan karpet merah hanya diperuntukkan bagi manusia saja, satwa tak diakui sama sekali.

Bisa saja, mudah-mudahan saya salah lagi, Pemkab Berau hanya mengambil jalan pintas super kilat untuk meraup Pendapatan Asli Daerah supaya bisa cepat gemuk.

Jikalau Pemkab Berau hanya menunggu bola dari okupansi wisatawan dari luar pastinya butuh proses lama dapat uangnya butuh kesabaran yang dipastikan tak ada ujungnya.

Kalau terlalu lama bisa celaka nanti keburu diganti bupatinya, gara-gara sudah habis periode masa jabatan. Memang di dunia ini tidak ada yang abadi hanya Tuhan saja yang sifatnya abadi.

Bakal runyam juga nanti, kalau di akhir masa jabatannya bupati tidak mampu meraih prestasi mendongkrak pendapatan asli daerah, bisa dianggap sebagai kepala daerah yang gagal membawa masa kegemilangan Berau.

Saya mohon pak bupati yang terhormat, yang terganteng di seluruh Indonesia, sebaiknya urungkan lagi memindahkan satwa khas Berau ke Jakarta. Please deh pak. Terima kasih banyak ganteng ku, pak bupati. Berharap dikabulkan. ( )   


Komentar

Postingan populer dari blog ini

BATAL BELI RUMAH BDS III KARENA KECEWA

  Properti Forest Hills Bukit Damai Sentosa 3 Mencari hunian di Kota Balikpapan Kalimantan Timur bisa dibilang susah susah gampang. Seandainya memiliki modal uang banyak, sangat mudah mencari hunian idaman sesuai yang didambakan. Namun kalau uang pas, pasti akan mencari keliling setengah mati. Harga properti di Kota Balikpapan bisa dibilang termahal dibandingkan dengan di daerah seperti Sulawesi Utara dan tanah jawa. Waktu itu, sempat mendatangi Bank Tabungan Negara (BTN) cabang Karang Jati di Jalan Ahmad Yani Kota Balikpapan. Mendatangi kantor ini bertemu Kepala Cabang BTN, Oktavianus. Saya ingat pertemuan sekitar awal Agustus 2017 siang. Dimulai dari orang inilah, saya diperkenalkan produk properti bernama Cluster Forest Hills Bukit Damai Sentosa (BDS) III yang membawa slogan hunian nyaman di tengah Kota Balikpapan. Berbekal brosur, Oktavianus mengenalkan kredit rumah yang menggunakan BPJS Ketenagakerjaan. Harga rumah Rp 300 jutaan, memakai BPJS Ketenagaker...

WIRAUSAHA MUDA INDONESIA MASIH RENDAH

Wirausaha Muda Indonesia  Masih Rendah FOTO: Pedagang Pasar Taman Kesatuan Bangsa Manado_budisusilo JUMLAH pengusaha muda di Indonesia hanya 0,18 persen dari total penduduk di Tanah Air. Angka itu masih jauh jika dibandingkan dengan Malaysia yang jumlahnya 16 persen dari total populasi penduduk di negeri jiran tersebut. TAK berbeda jauh di Sulawesi Utara (Sulut). Hanya segelintir orang muda yang berani mengadu nasib di sektor usaha. Paramitha Paat misalnya. Setelah selesai kuliah, dia memilih jalankan usaha sendiri. Keputusan tersebut dilakukannya karena dia mengaku tidak suka dengan pekerjaan terikat. "Oleh karena itu, ketika ada teman yang mengajak joint partner saya langsung setuju," ujarnya, Kamis (23/2). Mitha --panggilan akrabnya-- mengatakan, ada keuntungan dan kerugian dalam membuka usaha, namun yang pasti kalau usaha rugi ditanggung sendiri, begitu pula jika untung dinikmati  sendiri. Yang pasti membuka usaha, banyak pelajaran diperolehnya, tidak didapatkan ketika d...

GUEST HOUSE VERSUS HOTEL

Guest House Mengancam Bisnis Hotel Menjamurnya guest house diberbagai tempat pusat perkotaan Balikpapan dianggap sebagai ancaman bisnis perhotelan non bintang dan berbintang. Keberadaan Guest House yang berdiri di Kota Balikpapan ubahnya menawarkan jasa penginapan layaknya perhotelan. Saat dikonfirmasi, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia Yulidar Gani, mengatakan, eksistensi Guest House di Balikpapan tidak ubahnya mirip dengan operasional yang dijalankan oleh perhotelan. Segi pelayanan dan operasional mirip dengan hotel. “Menerapkan tarif harian, bukan lagi bulanan. Fasilitas mungkin standar tetapi pelayanannya bisa dikatakan hampir mirip dengan hotel. Ini berdampak buat kami pelaku usaha hotel, okupansi tambah menurun di saat situasi ekonomi masih minus,” ujarnya pada Jumat 16 Maret 2018, melalui sambungan telepon seluler. Dia menegaskan, posisi guest house itu seharusnya tidak menerapkan harian. Segementasi pasarnya pun jelas, hanya dikhususkan bagi k...