Elpiji Belum Aman
Pertamina Perpanjang Subsidi Minyak Tanah
Masyarakat di Sulawesi Utara (Sulut) mulai merasakan keuntungan konversi minyak tanah (mitan) ke gas, meski di awal peluncuran program sempat kontroversi. Indikasinya, ketergantungan mitan mulai berkurang seiring perburuan warga terhadap elpiji.
SAYANG berpalingnya masyarakat ke elpiji belum didukung upaya serius PT Pertamina, selaku regulator tunggal. Lemahnya infrastruktur menyebabkan kelangkaan elpiji di mana-mana. Rakyat kembali berteriak. Ibu rumah tangga mengeluh elpiji langka. Kalau pun ada harga melonjak hingga Rp 25 ribu per tabung isi ulang 3 kilogram. Padahal sesuai ketetapan pemerintah ada pada kisaran Rp 15 ribu.
SAYANG berpalingnya masyarakat ke elpiji belum didukung upaya serius PT Pertamina, selaku regulator tunggal. Lemahnya infrastruktur menyebabkan kelangkaan elpiji di mana-mana. Rakyat kembali berteriak. Ibu rumah tangga mengeluh elpiji langka. Kalau pun ada harga melonjak hingga Rp 25 ribu per tabung isi ulang 3 kilogram. Padahal sesuai ketetapan pemerintah ada pada kisaran Rp 15 ribu.
![]() |
FOTO: Antrian panjang minyak tanah di Pall Dua_budisusilo |
Bagian Gas Elpiji Pertamina Manado mengakui kekosongan stok akibat adanya cuaca buruk. Hal ini menyebabkan beberapa daerah konversi gas mengalami kekosongan suplai epliji. "Sebenarnya dengan adanya beberapa sarana fasilitas saat ini sudah bisa menkover di Sulut, namun ada beberapa faktor yang menjadi penghalang nonteknis, yakni karena masalah cuaca, ini benar mengganggu," kata Sales Representative LPG dan Gas Produk Sulawesi Utara, Machfud, di Kantornya, Kamis (1/3/2012).
Machfud menambahkan, saat ini permintaan akan elpiji di masyarakat semakin bertambah. Pertamina terus melakukan penyesuaian selain dengan menambah jumlah armada kapal pengangkut elpiji juga menambah mobil skidtank.
"Dulu disuplai hanya satu kapal saja, sekarang sudah mendapatkan bantuan dari 10 skidtank mobil berjalan yang membawa elpiji. Dalam waktu dekat, kalau melihat permintaan seperti kita menjajaki penambahan kapal lagi," ujarnya.
Machfud menambahkan, saat ini permintaan akan elpiji di masyarakat semakin bertambah. Pertamina terus melakukan penyesuaian selain dengan menambah jumlah armada kapal pengangkut elpiji juga menambah mobil skidtank.
"Dulu disuplai hanya satu kapal saja, sekarang sudah mendapatkan bantuan dari 10 skidtank mobil berjalan yang membawa elpiji. Dalam waktu dekat, kalau melihat permintaan seperti kita menjajaki penambahan kapal lagi," ujarnya.
Walaupun saat ini jalur distribusi suplai elpiji mengalami hambatan, namun Pertamina tetap optimistis minggu depan penyaluran akan kembali normal seperti biasa. Karena saat ini kapal pengangkut telah masuk.
"Kapalnya sudah masuk. Kapal itu mengangkut elpiji sekitar 350 matrikton (MT) dan juga sudah ada bantuan dari mobil skidtank yang membawa elpiji sebanyak 9 MT dan 10 MT. Minggu depan sudah akan berjalan normal," ucap Machfud.
Machfud menambahkan, permintaan elpiji mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan di awal konversi gas. Saat ini permintaan elpiji rata-rata mencapai 10 ribu per hari tabung gas isi ulang. Sehingga sebulan rata-rata akan mencapai sekitar 300 ribu tabung elpiji.
Menurutnya, Pertamina telah mengantisipasi segala dinamika masyarakat termasuk jalur distribusi. Selain itu, Pertamina telah melakukan penambahan tabung elpiji sebanyak 30 ribu tabung serta kemungkinan akan menambah lagi sebanyak 40 ribu tabung.
Sementara itu, di tempat yang sama, Sales Manager Area PT Pertamina Manado, Irwansyah, mengatakan, pencabutan mitan subsidi tersebut akan dilakukan kembali bila suplai telah aman di masyarakat. Namun saat ini belum dilakukan pencabutan mitan bersubsidi karena suplai belum terkendali.
"Mekanismenya bila kami telah diberitahu dari gas domestik, bahwa daerah tersebut sudah dibagikan tabung elpiji dan suplainya sudah 100 persen, maka kami Bagian BBM Riteil melakukan penarikan secara bertahap. Kami juga mengirimkan kembali ke Pertamina untuk menunda sampai Maret. Kami menunggu surat dari Pemprov untuk meminta penundaan kembali," kata Irwansyah.
Menurutnya, bila situasi suplai elpiji telah terkendali dan stabil, maka mitan subsidi tetap akan dicabut, karena dalam suatu daerah tidak boleh terjadi double (ganda) subsidi. Sampai saat ini, mitan subsidi yang disalurkan mencapai 207 kiloliter per hari termasuk daerah yang belum di konversi dan harga jualnya tetap sesuai dengan harga ecerean tertinggi (HET).
Lihat Situasi Lokal
KEBUTUHAN minyak tanah (mitan) di Sulawesi Utara sebuah keniscayaan yang masih diperlukan masyarakat banyak. Hal inilah yang terlontar dari pendapat seorang Anton Supit, Wakil Ketua Asosiasi Penghusaha Indonesia (APINDO). Menurutnya, terlepas dari kebijakan konversi mitan ke gas yang masih kontroversial atau ada pro dan kontra di tengah masyarakat, diharapkan berujung pada hasil yang menguntungkan banyak orang, menuju perubahan lebih baik.
Karena itu, pemerintah sebagai pengatur dan pembuat kebijakan tersebut pastinya harus mendasarkan pada pertimbangan situasi lokal masyarakat. Apabila suatu daerah masih mayoritas gunakan mitan maka pemerintah bersama Pertamina tidak seperti membalikan telapak tangan atau dengan mudahnya langsung
menghilangkan mitan tetapi warga belum siap memakai gas.
Pertimbangannya harus dilihat dulu dan dilakukan secara bertahap, perlahan-lahan dengan diimbangi infrastruktur memadai, penetapan harga yang pas. Jangan sekaligus merubah tetapi warga belum siap, seperti di daerah kepulauan terluar di Sangihe dan Talaud masih banyak yang mengenakan mitan lalu datang kebijakan konversi dan akhirnya membuat sengsara karena gas belum familiar di kalangan warga.
Intinya, kebijakan ekonomi itu jangan sampai membuat ketidakseimbangan ekonomi. Apabila terjadi maka dunia usaha yang selama ini masih memakai mitan tidak terganggu tetap bertahan atas terjadinya perubahan.
Melihat di daerah Jawa, program konversi mitan ke gas itu terbilang sukses, mampu dikondisikan secara baik, warga sudah tidak lagi ada keluahan penggunaan gas meski di awal terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Karena itu, Sulut yang masyarakatnya masih resisten terhadap penggunaan energi gas harus belajar dan berkaca pada kondisi yang ada di Jawa karena filosofi kebijakan ini adalah menciptakan suasana perubahan yang baik menjadi lebih baik. Andai ternyata menyengsarakan masyarakat untuk apa kebijakan ini dibuat, lebih baik dihilangkan saja.
HET Tunggu Kajian
PEMPROV Sulut belum juga menentukan harga eceran tertinggi (HET) elpiji. Hal ini seperti disampaikan oleh Gubernur Sulut melalui Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Roy O Roring. "Tim penetapan HET masih membutuhkan kajian lagi dari Dinas Perhubungan. Ini nantinya untuk kebutuhan angkutan elpiji," tutur Roring, Kamis kemarin.
Dikatakan Roring, selain mengenai prosedur pengangkutan, belum ditetapkannya HET karena Pemprov masih menunggu rencana kenaikan bahan bakar minyak yang akan diumumkan oleh pemerintah pusat. Kata dia, jika BBM naik, maka secara otomatis harus dipikirkan juga biaya operasional pengangkutan elpiji. "Jangan sampai kita sudah tetapkan HET dan ternyata kenaikan BBM-nya besar. Tidak mungkin kita mengeluarkan HET yang baru," kata Roring.
Ia menambahkan, saat ini harga dari agen ke pangkalan diatur berdasarkan jarak. Ia mencontohkan harga agen misalnya 60 km dari Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE) adalah Rp 12.750. "Nah, harganya pasti akan beda satu daerah dengan daerah yang lain," ujarnya.
Ditambahkan Roring, jika sudah ada kajian dari perhubungan, maka akan dibahas rancangan harganya. Rancangan harga yang akan dibahas, nantinya akan dilaporkan secara berjenjang mulai dari Sekprov, Wakil Gubernur, dan Gubernur. Menurut Roring, nantinya Gubernur akan menetapkan harga melalui SK. "Sama seperti mitan, maka HET LPG 3 kilogram juga harus berdasarkan SK Gubernur," tandas Roring.
Sumber: Tribun Manado Jumat 2 Maret 2012
Komentar
Posting Komentar